Sukses

Ironi Tenaga Honorer Pemerintah: Tersingkir 2023, Kalah Saing dari Swasta di PPPK

Sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dianggap tidak banyak memberi kesempatan bagi tenaga honorer

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih, mengkritik sistem perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang sejauh ini tidak banyak memberi kesempatan bagi tenaga honorer di instansi pemerintahan.

Terlebih pemerintah berencana menghapus keberadaan tenaga honorer di jajaran pemerintahan pada 2023 mendatang.

Dalam hal ini, Titi menyoroti banyaknya tenaga honorer pemerintah yang kalah saing dari pegawai kontrak swasta dalam seleksi PPPK. Selain itu, ketersediaan formasi pada perekrutan tersebut belum banyak menjangkau tenaga honorer di instansi pemerintahan.

"Formasinya adanya di negeri (pemerintah), buka untuk swasta dan lulusan PPG (pendidikan profesi guru). Yang di negeri ini yang tidak dapat formasi mau dikemanakan? Swasta juga kehabisan, kan pada lari, migrasi ke negeri," ungkapnya pada Liputan6.com, Rabu (19/1/2022).

Oleh karenanya, Titi memohon pemerintah mau memprioritaskan berbagai golongan tenaga honorer yang sudah lama mengabdi pada negara untuk diberi kesempatan jadi PPPK.

"Maksudnya, buat aturan itu ya mbok satu-satu. Jangan campur aduk begini. Pertama, kan K2 (kategori 2) dulu selesaikan. Setelah K2, non-kategori dulu. Setelah non-kategori, baru yang swasta. Jadi tidak lari ke mana-mana," pintanya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Tak Sesuai

Titi mencontohkan perekrutan PPPK untuk guru, dimana tenaga honorer pemerintah terpaksa mengalah dari swasta karena bidang keilmuannya tidak sesuai dengan formasi yang ditetapkan.

"Masalahnya guru yang kemarin loh. Mereka bukan enggak lulus, lulus passing grade tapi tidak ada formasi," ujar Titi.

"Ini yang swasta guru, terekrutnya di negeri karena mereka rata-rata sudah punya sertifikasi pendidik, mengalahkan guru yang di negeri. Terus kemudian (guru) swasta kurang, negerinya bingung mau ke mana karena formasinya diambil oleh swasta," tuturnya.