Liputan6.com, Jakarta Industri baja di tanah air kini sedang merangkak bangkit dari dampak pandemi. Namun, di sisi lain, tingkat impor baja disinyalir mengalami tren peningkatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terjadi kenaikan impor baja sebesar 23 persen yang semula 3,9 juta ton di tahun 2020 menjadi 4,8 juta ton di tahun 2021. Ini mengundang perhatian dari PT Krakatau Steel yang meminta pengetatan izin impor baja.
Baca Juga
“Bila tidak segera dilakukan pengendalian kuota impor, maka dikhawatirkan peningkatan impor akan terus berlangsung sampai di 2022 dan ini akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia,” ungkap Direktur Komersial Krakatau Steel Melati Sarnita kepada wartawan, Rabu (19/1/2022).
Advertisement
Melati menegaskan pelaku industri membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing yang adil. Serta melindungi investor industri baja melalui terciptanya iklim perdagangan yang lebih sehat sehingga industri nasional berkembang.
Melati melanjutkan, dalam menghadapi hal ini, produsen baja nasional berharap agar Pemerintah memperketat ijin impor baja untuk produk-produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri.
“Kami menyayangkan impor baja kembali menunjukkan adanya tren peningkatan di saat industri baja dalam negeri sedang berupaya meningkatkan kinerjanya di saat pandemi Covid-19 belum usai,” jelase Melati yang juga merupakan Ketua Klaster Flat Products Asosiasi Besi dan Baja Indonesia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tidak Adil
Melati mengatakan ada beberapa hal yang mendorong terjadinya peningkatan impor ini, diantaranya adalah praktik unfair trade yaitu dengan melakukan dumping dan pengalihan pos tarif.
“Kenaikan impor tertinggi terjadi pada produk baja Cold Rolled Coil (CRC) sebesar 70 persen atau 1,5 juta ton dari sebelumnya 881 ribu ton di tahun 2020. Sedangkan impor produk lainnya seperti Hot Rolled Coil (HRC) naik sebesar 16 persen, serta produk baja hilir Coated Sheet (produk baja lapis) mencapai 18 persen,” tambah Melati.
Advertisement