Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa transisi menuju energi bersih membutuhkan biaya yang besar. Dalam hitungannya, untuk membangun energi baru terbarukan (EBT) Indonesia membutuhkan USD 50 miliar.
"Bagi negara berkembang seperti Indonesia harus didukung teknologi dan didukung dengan pendanaan agar tidak terlalu membebani masyarakat, terlalu membebani keuangan negara, terlalu membebani industri," kata Jokowi dalam acara World Economic Forum, Kamis (20/1/2022).
Selain itu, Indonesia juga membutuhkan USD 37 miliar untuk sektor kehutanan guna lahan dan karbon laut. Atas dasar itu, sebagai negara berkembang Indonesia meminta kontribusi negara maju untuk pembiayaan dan transfer teknologi.
Advertisement
"Sumber pendanaan dan alih teknologi akan jadi game changer pengembangan skema pendanaan inovatif harus dilakukan," kata Jokowi.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kerja Sama Domestik
Kepala Negara menambahkan, untuk menuju ke energi baru terbarukan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah perlu bekerja sama secara domestik, secara global, dengan BUMN energi dan pihak swasta untuk mendesain transisi energi yang adil dan terjangkau.
Sementara kerja sama di tingkat internasional pemerintah telah bekerjasama dengan ADB memulai mekanisme transisi energi. Mulai dari batu bara ke energi baru terbarukan. "Dan yang paling penting memang bagaimana dua hal tadi sekali lagi teknologi, pendanaan menjadi kunci," katanya.
Advertisement