Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso optimistis mengejar target kredit perbankan tumbuh 7,5 persen di 2022. Namun, hal ini berdasar pada asumsi mobilitas masyarakat bisa semakin meningkat.
Alasannya, target itu masih dalam perhitungan yang wajar, apalagi dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen.
Baca Juga
“Kenapa 7,5 persen? kemarin aja di 2021 ini. Kita Indonesia ini kredit itu tergantung mobilitas masyarakat, kalau mobilitas leluasa, ruang untuk belanja untuk piknik untuk nengok orang tua, itu besar hasilnya itu timbulkan multiplier effect untuk orang itu spending,” kata dia dalam konferensi pers, Kamis (20/1/2022).
Advertisement
“Berarti yang jualan banyak pasti ini kredit pasti ngucur, credit card digesek, yang jualan karena banyak produksinya, berarti modalnya nambah, berarti kredit naik,” imbuh dia.
Dengan analogi demikian Wimboh optimis target pertumbuhan kredit perbankan bisa tumbuh sebesar 7,5 persen. Apalagi, di sisi lain, 53 persen PDB Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
“Nah ini jadi engine growth indonesia ya pasti itu, dan itu terkait dengan kredit juga. Makanya kemarin itu (capaian) 5,2 persen itu luar biasa, kalau kemarin 5,2 persen which is kredit sebelumnya di 2020 itu kan sangat rendah ya,” terang dia.
Ia menyebut lompatan pertumbuhan kredit perbankan dari 2020 ke 2021 sebagai capaian yang cukup tinggi. Meski begitu, dengan target pertumbuhan kredit perbankan 7,5 persen di 2022, tak akan setinggi lompatan tahun sebelumnya.
“Dengan asumsi kita harapkan mobility bisa leluasa penanganan covid bisa terkendali seperti 2021. Dan di 2021 itu ada delta itu juga waktu itu kredit juga (turun). Saya rasa dengan pertumbuhan ekonomi proyeksi 5,2 (persen) maka kreditnya 7,5 (persen) itu (wajar) dengan asumsi kita bisa kontrol covid,” katanya.
Persiapan OJK
Wimboh mengatakan, dalam menghadapi kondisi di 2022 ini, pihaknya tetap akan mempersiapkan sejumlah hal. Misalnya mempersiapkan sektor keuangan dalam menghadapi normalisasi kebijakan di negara maju dan domestik.
“Antara lain melalui mendorong konsolidasi sektor jasa keuangan agar mempunyai ketahanan permodalan dan likuiditas, percepatan pembentukan cadangan penghapusan kredit agar tidak terjadi cliff effect pada saat dinormalkan pada tahun 2023,” katanya.
“penataan industri reksadana dan penguatan tata kelola industri pengelolaan investasi, serta percepatan dan penyelesaian reformasi IKNB,” imbuh dia.
Advertisement