Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) mendorong Bank Indonesia (BI) untuk membatasi pembelian obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana pada 2022.
IMF juga menyarankan Bank Indonesia untuk memberi fleksibilitas lebih besar pada nilai tukar rupiah. Hal ini dijalankan guna menghadapi situasi ekonomi yang terkena dampak negatif dari pengetatan kebijakan moneter global.
"Tim IMF mendukung komitmen pihak otoritas keluar dari pembelian obligasi untuk bantu pembiayaan anggaran pada akhir 2022. Kita merekomendasikan untuk membatasi pembelian (obligasi) lebih lanjut di pasar perdana di bawah mekanisme pasar tahun ini," ujar Indonesia Mission Chief IMF Cheng Hoon Lim dikutip dari CNA, Kamis (27/1/2022).
Advertisement
Lim memandang, Indonesia saat ini berada dalam posisi baik untuk menormalisasi kebijakan. Kemudian, penyerapan likuiditas BI juga bakal bantu mengantisipasi pengetatan moneter yang tengah dipersiapkan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed).
"Saat The Fed melakukan pengetatan, kami tidak bisa mengantisipasi kebutuhan capital outflow yang signifikan karena penguatan transaksi berjalan. Sehingga kami mengharapkan penyesuaian yang teratur dalam kebijakan moneter BI," pintanya.
"Dalam hal capital outflow, BI juga harus menjaga ruang kebijakan moneternya dengan membiarkan rupiah yang pastinya terkena guncangan di awal, kata Lim.
Menurut prediksi IMF, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 akan turun dari 5,9 persen menjadi 5,6 persen. Ini disebabkan adanya penyebaran Covid-19 varian omicron dan pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Burden Sharing
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Gubernur BI Perry Warjiyo telah bersepakat memperpanjang masa pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh bank sentral dengan skema burden sharing.
Melalui skema ini, BI diberi ruang membeli SBN yang diterbitkan sebesar Rp 215 triliun pada 2021 (diluar yang telah dibeli), dan Rp 224 triliun pada 2022. Kesepakatan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III antara Sri Mulyani dan Perry Warjiyo pada tengah tahun lalu.
Keputusan ini diambil bank sentral sebagai panggilan tugas untuk turut serta berkontribusi dalam penanganan kesehatan dan kemanusiaan. Bersama pemerintah dan berbagai pihak, BI ingin mengambil peran untuk mengatasi masalah kemanusiaan dan keamanan masyarakat, dan sekaligus untuk memulihkan ekonomi.
Dari skema dan mekanisme dari kerjasama ini, tidak hanya bisa mengurangi beban atau biaya dari kesehatan dan beban negara. Melainkan akan memperkuat kemampuan dari kebijakan fiskal untuk memulihkan ekonomi.
Kerjasama burden sharing ini tidak mempengaruhi sedikitpun mengenai independensi BI. Sebaliknya, BI sedang menjalankan independensinya dalam konteks bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah secara erat.
Advertisement