Sukses

Tanjung Pinggir Batam Dinilai Tak Pas Jadi Hub Pelabuhan Internasional

Rencana Pemerintah yang akan mengembangkan Tanjung Pinggir, di Batam, kurang tepat jika dijadikan sebagai international transshipment hub.

Liputan6.com, Jakarta Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN), Siswanto Rusdi, menilai rencana Pemerintah yang akan mengembangkan Tanjung Pinggir, di Batam, kurang tepat jika dijadikan sebagai international transshipment hub.

Menurut Siswanto, langkah tersebut sah-sah saja. Hanya ada beberapa catatan yang bisa disampaikan terkait pengembangan pelabuhan Tanjung Pinggir yang bisa dia sampaikan.

“Pertama, menyamakan Tanjung Pinggir dengan Tanjung Priok sesungguhnya narasi yang kurang tepat. Tanjung Pinggir itukan akan dikembangkan sebagai international transshipment hub sementara Tanjung Priok itu domestic transhipment hub. Jadi perbandingannya tidak apple-to-apple. Dalam khazanah manajemen pelabuhan Tanjung Priok merupakan gateway,” kata Siswanto, Selasa (1/2/2022).

Catatan kedua,  terkait dengan kondisi fisik Tanjung Pinggir itu sendiri untuk dikembangkan sebagai hub. Menurutnya, bakal pelabuhan itu kondisinya jauh dari ideal untuk dikembangkan seperti yang diinginkan pemerintah.

Seperti yang diberitakan, Tanjung Pinggir diproyeksikan akan melayani sekitar 18 juta TEU. Angka ini merupakan jumlah peti kemas Indonesia yang dilayani di pelabuhan Singapura. Akan tetapi, kondisi fisiknya tidak memungkinkan melayani sebanyak itu.

“Perkiraan saya, panjang perairan Tanjung Pinggir paling banter sekitar 1 hingga 1,5 km. Dengan luasan seperti itu, berapa banyak throughput yang bisa dilayani? Saya yakin tidak banyak, paling antara 2-3  TEU,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Pelabuhan Besar

Jika ingin tetap mengembangkan pelabuhan besar (hub) di seputar Selat Malaka, Siswanto menyarankan agar pemerintah mencari lokasi lain di sepanjang pantai timur pulau Sumatra.

Lantaran, untuk melayani peti kemas sebanyak itu (18 juta TEU), setidaknya dibutuhkan luas perairan  yang cukup signifikan agar pergerakan kapal menjadi leluasa. Di sini kita bicara dimensi, paling tidak,  antara 7-10 km panjang garis  pantai.

“Lalu, sedapat mungkin hub itu dikembangkan dengan tidak melakukan reklamasi. Reklamasi itu mahal dan persiapannya juga lama. Nah, lokasi seperti itu bisa ditemukan di sepanjang pantai timur pulau Sumatera. Pemerintah tinggal memilih saja,” jelas Siswanto.

Sebagai informasi, saat ini di Batam sudah beroperasi beberapa pelabuhan atau terminal seperti Batu Ampar, Sekupang, Nongsa Pura, Batam Center, Kabil dan Telaga Punggur. Jenis layanannya cenderung sama yang mencakup layanan penumpang dan kargo. Batu Ampar merupakan pelabuhan terbesar di antara pelabuhan yang ada dengan total throughput lebih dari 500 ribu TEU per tahun.