Sukses

BI: Pandemi Covid Dorong Penggunaan Teknologi Digital dalam Transaksi Ekonomi

Pandemi Covid-19 mendorong penggunaan teknologi digital untuk transaksi ekonomi dan keuangan.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 mendorong penggunaan teknologi digital di sektor keuangan, termasuk dalam transaksi ekonomi. Lebih jauh, ini juga membantu perkembangan UMKM dan masyarakat yang mulai beralih memanfaatkan digitalisasi keuangan.

Artinya, ada pemahaman baru di masyarakat yang turut terlihat imbas dari pergerakan pola pembayaran yang terjadi selama pandemi. Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia pada 2021, terlihat pergeseran pembayaran dengan menggunakan teknologi digital.

Deputi Gubernur BI, Doni P Joewono mengatakan, pandemi Covid-19 mendorong penggunaan teknologi digital untuk transaksi ekonomi dan keuangan. Ini juga mendorong kemajuan teknologi keuangan, digitalisasi produk keuangan dan layanan serta aktivitas bisnis online.

“Membantu UMKM dalam melindungi pendapatan dan tingkat pekerjaan mereka,” katanya dalam International Seminar on Digital Financial Inclusion, Rabu (2/2/2022).

Ia mengatakan, seiring dengan perkembangan kasus Delta pada pertengahan tahun lalu, mendorong penerapan non tunai, seperti kartu debit dan uang elektronik. Artinya, kata dia, ada peralihan individu yang menggunakan transaksi digital dan mulai meninggalkan transaksi fisik uang tunai.

“Selain itu, di bidang pembayaran, yang disebut QRIS, merchant penggunanya meningkat menjadi 13,6 juta per Desember 2021. Serta transaksi QRIS terus tumbuh pada Desember 2021 dengan nominal transaksi mencapai RP 27,7 triliun atau meningkat 237 persen secar year on year,” tuturnya.

Ia mengatakan, inklusi keuangan memiliki potensi dan memainkan peran penting dalam mempromosikan produktivitas UMKM melalui digitalisasi. Kemudian, mampu meningkatkan akses UMKM yang rentan ke dalam layanan keuangan digital yang berkelanjutan.

“Mereka mampu meningkatkan produktivitas mereka dan tahan terhadap goncangan ekonomi serta mempromosikan intermediasi keuangan,” katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Risiko

Lebih lanjut, Doni mengatakan teknologi digital dan inovasi di sektor keuangan tak hadir tanpa risiko. Ia menyebutkan sejumlah risiko yang menyertai perkembangan digitalisasi keuangan ini.

Misalnya, adanya penipuan, keamanan siber, dan privasi data yang hadir akibat dari kurangnya literasi keuangan. Di Indonesia, kata dia, survei tingkat literasi keuangan yang dilakukan OJK pada 2019 baru mencapai 38,03 persen, meski di tengah penggunaan layanan produk keuangan dan perangkat digital yang semakin meluas.

“Menurut studi CGAP pada 2021, mengindentifikasi enyalahgunaan dan penipuan data, khususnya untuk konsumen layanan keuangan digital pemula dan rentan. Ini termasuk penipuan aplikasi seluler, peniluat identitas, pelanggaran indentitas,” katanya.

Kemudian, pemasaran agresif dan praktik penagihan utang dalam perselisihan yang efektif, resolusi, dan risiko alokasi keandalan bukanlah hal baru, tetapi menjadi lebih buruk sebagai akibat dari teknologi digital yang diadopsi lebih luas.

“Dalam hal ini sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara Inovasi untuk mempromosikan inklusi Keuangan Digital dalam mengenali pemantauan dan pengelolaannya hingga cara-cara yang muncul,” tuturnya.