Sukses

Chappy Hakim: FIR Natuna Soal Martabat Bangsa, Bukan Untung Rugi

Pengalih kelolaan Flight Information Region (FIR) di wilayah udara Natuna dan Kepulauan Riau menjadi sorotan penting beberapa waktu belakangan.

Liputan6.com, Jakarta Pengalih kelolaan Flight Information Region (FIR) di wilayah udara Natuna dan Kepulauan Riau menjadi sorotan penting beberapa waktu belakangan. Ini pula mengundang kembali respons dari pakar yang berkecimpung lama di dunia penerbangan nasional.

Pendiri Pusat Studi Air Power Indonesia Chappy Hakim menegaskan persoalan pengelolaan FIR yang baru diserahkan Singapura di Indonesia adalah mengenai martabat sebuah bangsa. Ia menekankan hal itu bukan sekadar untung-rugi pengelolaan.

“FIR itu soal martabat bangsa, (kalau untung rugi) ujung-ujungnya duit, bikin ribet karena gak ada kehormatan (yang dibahas), jadi saya gak akan mau berbicara soal untung rugi dari FIR,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (4/2/2022).

Menyoal wilayah udara indonesia yang dikelola oleh Singapura sejak 1946 lalu itu, ia memandang ini jadi persoalan yang pelik. Lagi-lagi Chappy menegaskan pengelolaan wilayah udara merupakan sebuah kehormatan bangsa.

“Saya bicara kehormatan sebuah bangsa yang wilayah udara kedaulatannya itu kok negara lain. Padahal ada sejarah panjang itu wilayah udara itu bahaya,” katanya.

Dalam sebuah kesempatan webinar yang diadakan oleh Pena Hati, Chappy menceritakan kisahnya yang pernah menerbangkan pesawat untuk mengirimkan logistik ke satuan aparat yang berjaga di perbatasan. Namun, ketika melewati wilayah udara Natuna, ia perlu meminta izin kepada otoritas Singapura untuk bisa melewati wilayah tersebut.

“ini gak masuk akan, kenapa harus minta izin?,” katanya.

Sementara, menyangkut keamanan wilayah udara, ia mengacu kisah tragedi hancurnya Pearl Harbor yang dirundung oleh Jepang lewat udara. Padahal, pada saat itu belum ada pesawat yang mampu terbang dari Jepang menuju Hawaii.

Selain itu, ia kembali menegaskan tentang keamanan ruang udara yang dikendalikan satu negara pun memiliki celah keamanan. Untuk ini ia mengacu kisah tragedi 911 yang terjadi dengan menabrakan pesawat ke gedung pencakar langit di Amerika Serikat. Dari situ, AS membuat sebuah badan yang berfokus pada keamanan wilayah udara.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Mengganggu Kedaulatan

Kembali membahas soal FIR Singapura-Indonesia, Chappy mengatakan kabar yang menyebutkan ketinggian 0-37.000 kaki yang akan tetap dikelola Singapura akan mengganggu kedaulatan.

“Itu bukan menghambat itu mengganggu itu negara terganggu, kalau wilayah udaranya itu yang memakai orang lain, bayangin rumah kita satpam kita mau ronda, itu minta izin sama tetangga,” terangnya.

Demi memperkuat kedaulatan wilayah udara nasional, ia meminta untuk dibentuk badan khusus yang berbicara tentang keamanan wilayah udara nasional. Artinya, kata dia, agar pengawasan dan pengembangan lebih bisa maksimal.

“Urusan ikan sama laut kan ada menteri koordinatornya, kenapa penerbangan sama udara gak ada menteri kordinatornya, siapa yang ngurus? Gak mungkin menteri penerbangan ngurus sendiri,” katanya.

Menyoal ini, Chappy menerangkan dalam webinar yang digelar Kamis (3/2/2022) malam, kalau edukasi dan pelatihan di bidang kedirgantaraan Indonesia masih rendah. Selain itu, research and  development di bidang yang sama juga kurang diminati generasi muda sekarang.

“Kita harus sadari education and training dan research and development kita tertinggal, untuk itu kita harus berusaha untuk mengembangkan minat kedirgantaraan, harus kita mengusulkan ada sebuah institusi di tingkat strategis yang membuat long term strategic di bidang kedirgantaraan terutama menangani tentang industri penerbangan,” katanya.

“Sampai detik ini kita tak punya masterplan tentang air and space tentang industri penerbangan nasional,” imbuh dia.