Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diusulkan menaikkan besaran sanksi/denda bagi perusahaan logistik yang memuat kapasitas truk ODOL (over dimensi dan overloading).
Ditjenhubdat sudah melakukan pemotongan terhadap sejumlah truk over dimensi. Akan tetapi, ada juga ulah pengusaha truk kelebihan muatan untuk menyambung lagi, karena kalkulasi bisnisnya, jika didenda masih menguntungkan.
“Artinya, besaran sanksi/denda dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan masih kurang tinggi dan UU tersebut harus direvisi untuk menaikkan besaran sanksi/denda,” usul Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, dalam tulisannya dikutip Liputan6.com, Jumat (4/2/2022).
Advertisement
Hingga kini, kata Djoko, masih terdapat perusahaan karoseri truk yang menerima order untuk menambah kapasitas truk (over dimensi) perlu dilakukan pendataan dan ditertibkan.
“Jika berulang kali ditertibkan dan dibina masih tetap melakukan pelanggaran, upaya tindakan hukum dapat dilanjutkan,” jelas dia.
Bahkan, saat ini masih ada asosiasi logistik belum menerima alias menolak rencana Zero Truk ODOL Januari 2023 dengan berbagai alasan. Padahal asosiasi logistik selama ini sudah menikmati keuntungan yang berlebih atas bisnisnya.
“Hendaknya, asosiasi logistik turut mendukung program ini,” ujarnya.
Sebab, hampir setiap hari terbit berita kecelakaan truk ODOL. Entah sudah berapa ribu nyawa meregang di jalan raya akibat operasi truk ODOL. Harus ada niat bersama dari semua pemangku kepentingan untuk menertibkan operasi truk ODOL menuju Zero Truk ODOL Januari 2023.
“Penyelenggaraan truk ODOL masuk kategori tindakan korupsi, merugikan negara tidak langsung,” imbuhnya.
Selain itu, permasalahan over dimension overload atau ODOL memberikan dampak yang luar biasa antara lain, menjadi salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas, menimbulkan kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan pelabuhan, menimbulkan polusi udara, serta menyebabkan ketidakadilan dalam usaha pengangkutan logistik.
Ladang Pungutan Liar
Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, jika peraturan tentang over dimensi dan overloading (Odol) angkutan barang di Indonesia terkesan dibuat hanya sebagai ladang pungutan liar bagi oknum petugas di lapangan.
“Kebijakan Zero Truk ODOL tidak akan tercapai entah sampai tahun berapa pun, jika hanya terjadi saling menyalahkan saja,” kata Djoko, dikutip liputan6.com dalam tulisannya, Jumat (4/2/2022).
Menurutnya, jika dalam berbagai kesempatan saling menyalahkan membuat pihak regulator dan operator saling curiga. Sehingga tidak ada saling kepercayaan dan selalu saling mempersiapkan kuda-kuda untuk bertarung.
“Karena effort yang diberikan selama ini tidak pada akar rumput, tapi memang dibuat saling gigit-menggigit, regulator menggigit pengusaha truk maksudnya agar pengusaha truk menggigit pemilik barang dan hal itu tidak mungkin terjadi,” ujarnya.
Padahal, pengusaha truk dan pemilik barang adalah satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam hal penertiban Truk ODOL.
“Di Indonesia yang tadinya bagaikan di hutan belantara karena terjadi pembiaran dalam banyak hal sejak 1945 dan banyak kesalahan yang sudah akut dan dianggap benar, jika mau dibereskan secara tiba-tiba memang butuh effort yang luar biasa,” tegasnya.
Djoko mencontohkan, di Jerman saja Polisi Autobahn masih sering berurusan dengan truk-truk yang di suspect bermuatan overload dan pelanggaran tata cara muat (di sana strick sekali), apalagi truk-truk Eropa Timur.
Setiap kendaraan yang akan dioperasikan di jalan raya harus melalui proses uji tipe. Setelah lolos uji tipe akan dikeluarkan Surat Registrasi Uji Tipe (SRUT) oleh Ditjenhubdat yang selanjutnya oleh Polri akan dikeluarkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan plat nomor kendaraan.
Advertisement