Liputan6.com, Jakarta Setelah Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab South East Asia atau disingkat J-PAL SEA, kali ini Rumah Riset Presisi Indonesia meluncurkan hasil penelitian evaluasi dampak Program Kartu Prakerja dalam webinar bertajuk Evaluasi Dampak Program Kartu Prakerja sebagai Program Pemulihan COVID-19.
Studi Presisi digelar pada September hingga Oktober 2021 terhadap 2.156 penerima dan non-penerima Program Kartu Prakerja yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Untuk memperkuat analisis kuantitatif yang dilakukan, studi kualitatif berupa wawancara mendalam terhadap 188 penerima dan non-penerima, 5 lembaga pelatihan, 3 platform digital dan 2 mitra pembayaran dilakukan.
Hasilnya, Presisi menyimpulkan bahwa Program Kartu Prakerja meningkatkan kompetensi, produktivitas, daya saing, serta kewirausahaan penerima Kartu Prakerja.
Advertisement
Selain itu peneliti menemukan pengaruh positif-signifikan Program Kartu Prakerja terhadap upah dan inklusi keuangan. Hasil ini senada dengan temuan awal studi J-PAL SEA yang disosialisasikan pada Desember lalu.
Menariknya, Presisi juga menemukan dampak Program Kartu Prakerja terhadap peningkatan upah perempuan lebih besar daripada laki-laki, yang memberikan sinyal baik bahwa Program Kartu Prakerja dapat berperan mempersempit kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.
Temuan Presisi menyimpulkan penerima kartu prakerja terbukti mampu meningkatkan skill, mendapatkan pekerjaan baru atau membuka usaha. bahkan, bagi kelompok penerima yang status kebekerjaannya berubah (dari menganggur jadi bekerja), terjadi peningkatan upah sebesar 31,6 persen.
Presisi juga menemukan peningkatan kompetensi peserta dari luar Jawa lebih tinggi daripada Jawa, yang membantu angkatan kerja di luar Jawa mengejar ketertinggalan dari Jawa.
“Selain berhasil membekali penerima dengan keterampilan untuk mencari kerja atau membuka usaha, Kartu Prakerja juga berhasil menjalankan misinya sebagai program semi-bantuan sosial karena kelompok termiskin terbukti lebih menikmati manfaat Kartu Prakerja,” kata Peneliti Presisi Indonesia, Widdi Mugijayani, Rabu (9/2/2022).
Hasil riset Presisi juga membuktikan bahwa 41 persen penerima termasuk ke dalam kelompok pendapatan terendah, yaitu yang tidak berpenghasilan selama pandemi, menunjukkan Program Kartu Prakerja berhasil menyasar target kriteria penerima manfaat perlindungan sosial.
Atas dasar temuan studi itu, Presisi merekomendasikan agar Program Kartu Prakerja dilanjutkan.
“Riset Presisi Indonesia juga merekomendasikan bahwa Program Kartu Prakerja dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi learning loss atau scarring effect di masa pandemi,” tegas Widi.
Diharapkan Berlanjut Usai 2024
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengaku lega karena hasil riset Presisi menemukan bukti bahwa Kartu Prakerja efektif.
“Ini riset kedua yang mengkonfirmasi dampak positif Prakerja setelah JPAL SEA. Jadi dapat dikatakan Program Kartu Prakerja adalah eksperimentasi yang berhasil,” katanya.
Program Kartu Prakerja pun diharapkan dapat berlanjut setelah 2024 dan disinergikan untuk program lain. Selain itu, juga menjadi inspirasi bagi program lain dan tidak menjadi ad-hoc project di masa Presiden Jokowi karena visi Indonesia Emas mestinya bukan visi Presiden Jokowi saja.
“Kita kehilangan banyak hal bila reinventing the wheel,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat itu.
Denni juga mengungkapkan bahwa empati dengan kebutuhan pengguna menjadi salah satu kunci keberhasilan Program.
“Kita menambah fitur job recommendation dan course recommendation sehingga peserta mudah menemukan pelatihan maupun menemukan pekerjaan yang sesuai,” jelasnya.
Apresiasi juga datang dari Direktur Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Mahatmi Parwitasari Saronto yang mengungkapkan bahwa ada empat hal dapat dipetik dari keberhasilan Program Kartu Prakerja untuk diadaptasi program bantuan sosial maupun program pemerintah lainnya.
“Empat ‘lessons learned’ itu yakni sinkronisasi data, penggunaan teknologi digital, desain program yang responsif pada situasi bencana, serta keterlibatan besar swasta dalam penyelenggaraan program,” beber Mahatmi.Sementara itu Honorary Associate Professor The Arndt-Corden Department of Economics Australian National University, Chris Manning menganggap Program Kartu Prakerja dapat menjadi pembelajaran dan inspirasi bagi negara-negara berkembang lainnya.
“Seiring dengan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022, prestasi Kartu Prakerja bisa diadopsi negara-negara lain. Tidak semua negara bergerak secepat Indonesia dalam mengembangkan sistem ini, baik dalam pendidikan vokasi, efektifnya program dalam sistem digital, cash transfer yang meningkatkan inklusi keuangan dan lain-lain,” tegasnya.
Perwakilan UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura memuji komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendanai Program Kartu Prakerja karena Prakerja juga mendukung agenda SDG. Selain itu Prakerja juga memberi kesempatan bagi perempuan yang terdampak lebih besar di masa pandemi sehingga no one left behind.
“Tahun lalu pemerintah Indonesia menganggarkan 21 triliiun rupiah atau 14 persen dari belanja perlindungan sosial di bawah program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Prakerja,” katanya.
Pendapat senada disampaikan Duta Besar Jepang untuk RI, Kanasugi Kenji yang menegaskan dukungan Pemerintah Jepang dalam kerja sama dengan Indonesia mengatasi pandemi ini.
“Kita tahu pandemi berdampak sangat besar termasuk di sektor ketenagakerjaan. Kita catat sedikitnya 29 juta pekerja di Indonesia mengalami pukulan besar, baik kehilangan pekerjaan, serta berkurangnya upah maupun jam kerja sebagai dampak pandemi. Pada saat seperti inilah kita harus memberdayakan mereka yang terdampak agar tetap bisa hidup penuh martabat,” pungkas Kanasugi Kenji
Advertisement
Hasil Transformasi
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menjadi pembicara kunci pada peluncuran riset Presisi menggarisbawahi bahwa penelitian evaluasi dampak Program Kartu Prakerja tidak didanai oleh Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.
“Penelitian JPAL dibiayai oleh Pemerintah Australia, USAID, dan Bill & Melinda Gates Foundation, sedangkan penelitian Presisi didanai oleh BKF, UNDP, dan Pemerintah Jepang. Jadi, keduanya betul-betul independen,” tegas Airlangga.
Airlangga memaparkan kunci di balik suksesnya Program Kartu Prakerja karena pemerintah bertransformasi, dan pemerintah bermitra dengan banyak pihak termasuk swasta.
“Kartu Prakerja adalah program pemerintah pertama yang berlangsung end to end digital. Sebuah sejarah transformasi digital di masa pandemi COVID-19, menjadi ‘success story’ Indonesia terkait tema G-20 yaitu ‘Recover Together, Recover Stronger’ sehingga tak ada satu orang pun tertinggal (no one left behind),” urainya.
Di ekosistem Kartu Prakerja terdapat 181 lembaga pelatihan yang menyediakan 700 pelatihan, 6 e-marketplace, 5 bank dan e-money, 4 job platform, 5 lembaga asesor, dan 3 lembaga pemantau. Sudah 11,4 juta penerima menikmati program Kartu Prakerja, dari 514 kabupaten/kota, SD hingga Sarjana, penyandang disabilitas, purna PMI hingga tua-muda.
“Melalui Program Kartu Prakerja, pemerintah memberikan layanan publik melalui genggaman tangan. Tidak bisa kita bayangkan kalau 80 juta orang pendaftar Kartu Prakerja datang ke kantor dan 11 juta peserta diterima bila prosesnya analog,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan bahwa sesuai Visi Indonesia Emas 2045, pembangunan sumber daya manusia merupakan isu paling mendasar dalam pembangunan perekonomian nasional.
“Terkait dengan itu, Program Kartu Prakerja merupakan salah satu program penting yang berfungsi mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi tantangan di dunia kerja. Kartu Prakerja terbukti meningkatkan kompetensi, produktivitas, daya saing, dan keterampilan kewirausahaan sehingga peserta dapat meningkatkan pendapatan atau kesempatan memperoleh pekerjaan baru, sekaligus mengatasi ‘scarring effect’ akibat pandemi,” jelasnya.