Liputan6.com, Jakarta Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Annis Safira Nur mengatakan, masih ditemukan ketidakmerataan harga dan akses terhadap perolehan minyak goreng bersubsidi. Hal ini kemudian memicu adanya kepanikan konsumen (panic buying).
"Fenomena panic buying masih kerap terjadi sehingga masyarakat lainnya yang membutuhkan tidak mendapatkan minyak goreng bersubsidi," kata Annis dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (11/2/2022).
Baca Juga
YLKI melakukan survei terhadap ketersediaan minyak goreng subsidi di masyarakat. Survei dilakukan dengan mendatangi secara langsung konsumen, produsen dan penjual.
Advertisement
Hasil survei menunjukkan kesesuaian dengan keluhan konsumen terkait. Langkanya minyak goreng bersubsidi, di mana jumlah toko yang tersedia minyak goreng kelapa sawit subsidi hanya sebanyak 3 toko dan 1 toko dengan pilihan minyak harga subsidi dan non-subsidi yang ditemukan dari total 30 toko.
Kesimpulan wawancara dengan konsumen, semua konsumen baik dalam kalangan atas maupun menengah ke bawah mengalami dampak dari kelangkaan minyak goreng ini.
"Dengan demikian, masyarakat perlu mengeluarkan uang dan tenaga lebih agar bisa mendapatkan minyak goreng sebagai kebutuhan," kata Annis.
YLKI mencatat semua konsumen mengharapkan minyak akan tersedia dengan kuantitas yang cukup dengan harga yang kembali normal, baik di ritel modern maupun di warung atau pasar tradisional.
Reporter:Â Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
YLKI Bikin Petisi Bongkar Dugaan Kartel Minyak Goreng
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membuat petisi online via Change.org untuk mengusut dugaan isu kartel minyak goreng, yang pasokannya di pasar langka pasca ditetapkan harga eceran tertinggi (HET).
Ketua YLKI Tulus Abadi memaparkan, ada empat alasan mengapa pihaknya membuat petisi online ini. Pertama, soal kelangkaan dan melambungnya minyak goreng bukan perusahaan hilir, bukan hulu.
"Kami khawatir upaya pemerintah tidak akan menyelesaikan persoalan," ujar Tulus dalam sesi teleconference, Jumat (11/2/2022).
Kedua, untuk mendorong percepatan penyelidikan adanya dugaan kartel dan bentuk persaingan tidak sehat dalam minyak goreng oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"KPPU belum ada trigger yang kuat, spirit yang kuat untuk mengatasi persaingan tidak sehat minyak goreng," tegas Tulus.
Ketiga, untuk menunjukan pada pemerintah bahwa kebijakan di sisi hilir yang dilakukan pemerintah tidak tepat. "Survey YLKI dan suara konsumen akan membuktikannya, minyak goreng masih susah didapat," imbuhnya.
Keempat, pelibatan publik sebagai konsumen minyak goreng dalam mendorong adanya policy change. Petisi online ini dilakukan agar adanya keterlibatan publik dalam isu minyak goreng.
Tulus mengatakan, petisi online telah diluncurkan YLKI sejak Kamis, 3 Februari 2022. Target petisi ditandatangani 2.500 masyarakat.
"Saya cek per Jumat, sudah ada 1.969 pendukung, sehingga masih kurang 531 pendukung lagi. Petisi ini juga sudah dilihat oleh 3.649 pengunjung. Mereka melihat tapi tidak menandatangani," kata Tulus.
"Nanti agendanya, setelah mencapai 2.500 data hasil petisi akan dikirimkan ke Ketua KPPU RI untuk adanya pembongkaran dugaan isu kartel minyak goreng dan CPO sebagai bahan baku minyak goreng di Indonesia," tandasnya.
Advertisement