Sukses

PLN Kelebihan Pasokan Listrik, Penggunaan Kompor Induksi Jadi Solusi

Penggunaan kompor induksi listrik akan mampu menekan tingkat impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan penggunaan kompor induksi listrik akan mampu menekan tingkat impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Pasalnya, biaya impor LPG terus diprediksi terus meningkat kedepannya.

Sebagai salah satu upaya menekan impor dan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, Darmawan mengatakan perlu dilakukan melalui pengalihan ke kompor induksi. Dengan demikian, penggunaan kompor dengan LPG akan semakin berkurang.

Namun, dalam mendorong penggunaan kompor induksi ini, ia menyadari perlu ada sosialisasi yang masif. Apalagi, peralihan ini berkaitan dengan gaya hidup penggunaan energi bersih.

“Kita menuju karbon netral, menggunakan listrik semuanya, tentu butuh sosialisasi, saya sempat tinggal lama di luar negeri, di Amerika Serikat, itu semua pakai kompor listrik, tak ada masalah dan memang gaya hidupnya mengarah kesana,” katanya dikutip dari CNBC TV, Senin (14/2/2022).

Menurutnya, biaya impor LPG pada 2020 sebesar Rp 37 triliun, kemudian meningkat di 2021 sebesar Rp 51 triliun, dan diperkirakan pada 2024 akan mencapai Rp 67,8 triliun. Sementara tingkat subsidinya pun berangsur meningkat setiap tahun, pada 2020 tercatat sebesar Rp 50,6 triliun, 2021 Rp 50,8 triliun, dan 2022 mencapai Rp 71,5 triliun.

“Penyebabnya tentu kalau kita bicara ekonomi kita GDP kita sekitar Rp 15.000 Triliun, kalau ada impor itu pertumbuhan ekonomi itu akan melambat, jadi kalau kita Rp 15 ribu triliun impor Rp 150 triliun itu berkurang 1 persen. Kalau dulu tumbuh 5,1 persen, saat ini kembali ke 5,1 persen, kalau ada impor 150 triliun itu berkurang 1 persen,” tuturnya.

Darmawan mengatakan, dengan pemanfaatan listrik, berarti juga mengarah pada pemanfaatan energi domestik. Diharapkan, beban terhadap keuangan negara dapat juga ditekan dengan adanya pemanfaatan energi yang diproduksi di dalam negeri.

Misalnya, dalam mendukung langkah ini pula, dilakukan dengan adanya realokasi subsidi dari yang sebelumnya untuk LPG, ke subsidi terhadap pemanfaatan kompor induksi. Aturan mengenai ini, diakuinya sedang dibahas.

“Presiden dan Menteri ESDM udah inisiasi ini. ini perlu ada sosialisasi masif. Industri pendukung perlu dibangun. Kemudian perlu ada realokasi subsidi dari subsidi ke energi berbasis impor dan mahal ke energi domestik, ini digodok juga. Ini ongoing, sehingga perlu ada pergeseran gaya hidup pada intinya nanti bagaimana pergeseran ini bisa jadi smooth,” tuturnya.

“Ini sedang berlangsung, kebijakan sedang dilakukan satu asesmen secara menyeluruh, ada realokasi subsidi yang tadinya dialokasikan dari LPG lalu dipindah untuk menfasilitasi percepatan penggunaan kompor induksi,” imbuh dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Over Supply

Selain dari menekan tingkat impor LPG, Darmawan menagtakan penggunaan kompor induksi ini juga jadi salah satu strategi mengatasi over suplai listrik. Ia mengatakan, pada 2022 ini diprediksi adanya kelebihan pasokan sebesar 6,7 GigaWatt.

“Strategi globalnya, listrik indonesia ini oversupply, tahun ini aja lebih pasokan 6,7 GW, sumber listrik dari batubara, pembangkit lain hingga EBT ini energi yang berbasis pada energi domestik, (peralihan) dari LPG ke listrik ini adalah energi berbasis impor menjadi energi yang berbasis pada produksi domestik. Ini harus dihitung betul,” katanya.

“Tentu ini membuat aset kami unutilized dan berpengaruh ke keuangan PLN. Arahan Presiden jelas, bagaimana bisa mengatasi oversupply tersebut,” imbuhnya.

Kendati demikian, dengan adanya target 8,5 juta  pengguna kompor induksi per 2024 mendatang, akan mampu mengurangi beban kelebihan energi PLN. Sehingga, peralihan ini jadi peran penting mengatasi pasokan berlebih dari dari berbagai tipe pembangkit yang ada di Indonesia.

“Misal 10 juta pelanggan, kita tingkatkan dari 8,5 juta target, itu kita bisa kurangi menambah beban 4-5 GW, tentunya kondisi oversupply ini bisa dilakukan (diatasi) oleh itu,” katanya.