Sukses

Batu Bara Masih Dominan Dibanding EBT hingga 2030

Kebutuhan energi primer dalam 10 tahun kedepan Energi Baru Terbarukan (EBT) akan tumbuh secara signifikan, namun kebutuhan baru bara masih akan menjadi dominan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Energi Primer PT PLN Hartanto Wibowo, memproyeksi kebutuhan energi primer dalam 10  tahun kedepan Energi Baru Terbarukan (EBT) akan tumbuh secara signifikan, namun kebutuhan baru bara masih akan menjadi dominan.

“Jadi bauran energi pada tahun 2025 itu diproyeksikan sekitar 60,9 persen berasal dari batu bara dan dari EBT akan mencapai 23 persen, dan itu akan bertambah di tahun 2030 EBT akan meningkat menjadi 24,8 persen dan fossil fuel dari batubara akan turun di bawah 60 persen menjadi 59,4 persen,” kata Hartanto dalam Indonesia Energy Outlook 2022, Kamis (17/2/2022).

Tentu dengan peningkatan seperti itu kebutuhan energi primer khususnya batu bara juga akan terus meningkat. Tahun ini, kebutuhan batu bara antara 115 juta sampai 125 juta Metrik Ton dan  akan meningkat secara berkelanjutan dan konsisten mencapai angka 153 juta metrik ton di tahun 2030.

“Sekali lagi EBT akan terus berkembang tetapi Fossil fuel dalam hal ini batu bara akan tetap dominan di dalam fuel matrik energi ketenagalistrikan di Indonesia sampai tahun 2030,” ujarnya.

Lebih lanjut, Hartanto mengatakan harga batu bara di pasar internasional berdasarkan Newcastle Index mengalami kenaikan sejak Oktober 2020 dan masih berlanjut.

“HBA bulanan tahun 2021 mencapai puncaknya di bulan November 2021, dengan nilai USD 205,1/MT, dan per Januari 2022 nilai HBA menjadi USD 158,5/MT, serta Februari 2022 meningkat kembali USD 188,4/MT,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Harga Batu Bara

Menurutnya, HBA terus bergerak dan HBA yang tinggi ini jauh diatas harga belinya PLN yang diatur dengan Keputusan Menteri ESDM pagu HBA USD 70/MT. Kalau dikalkulasikan, jika membeli batu bara 4.600 GAR maka harga pasarnya itu USD 114/MT.

“Dengan pagu USD 70/MT, maka PLN akan membeli harga USD 46/MT. Tentu setiap vessel 70 ribu MT akan berbeda pendapatan bagi rekan-rekan pengusaha, kalau mereka jual ke pasar dapatnya Rp 115 miliar, kalau jual ke PLN  hanya Rp 46 miliar. Sehingga selisih pendapatan 1 vessel 70 ribu itu kira-kira RP 68 miliar,” jelasnya.

Inilah yang menjadi tantangan bersama, PLN berharap komitmen disisi pengusaha termasuk yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), untuk tetap berkomitmen memenuhi kontrak dengan PLN dan DMO sesuai keputusan Menteri ESDM.