Liputan6.com, Jakarta Isu hutan mangrove disebut-sebut oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di dalam pidato yang disampaikannya dalam forum One Ocean Summit 2022, 11 Februari 2022 lalu.
Dia menyatakan bahwa menyatakan bahwa pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinannya telah dan sedang melakukan rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 hektar sampai dengan tahun 2024.
Baca Juga
Menurut Jokowi, rehabilitasi hutan mangrove merupakan salah satu cara untuk menciptakan laut yang sehat. Dan ini merupakan kunci keberlanjutan pembangunan Indonesia yang notabene negara kepulauan terbesar di dunia.
Advertisement
Menanggapi hal tersebut, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Parid Ridwanuddin, menyebutkan pemerintah tidak bekerja untuk memulihkan ekosistem mangrove di Indonesia yang mayoritas berada dalam kondisi tidak baik.
Berdasarkan data statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2020, total luasan hutan mangrove tercatat seluas 2.515.943,31 hektar.
"Dari angka tersebut, hanya 31,34 persen hutan mangrove dalam kondisi baik. Sisanya, 15,64 persen berada dalam kondisi sedang, dan 13,92 dalam kondisi rusak," terang Parid, Kamis (17/2/2022).
Selanjutnya, Parid mempertanyakan komitmen pemerintah untuk merehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektar sampai 2024, serta menyampaikan sejumlah catatan terkait isu mangrove yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
"Pertama, kenapa pemerintah hanya menargetkan pemulihan hutan seluas 600 ribu hektar sampai dengan tahun 2024? Pertanyaan ini penting disampaikan kepada pemerintah karena kondisi mangrove di Indonesia mayoritas dalam kondisi yang tidak baik," singgungnya.
"Jika pemerintah serius ingin memulihkan hutan mangrove dalam upaya membangun laut yang sehat dan bersih, maka minimal target rehabilitasinya adalah 1,5 juta hektar dari total luasan 2,5 juta hektar," tegas dia.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rehabilitasi Mangrove
Kedua, terkait target rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu hektar sampai dengan tahun 2024, data Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) pada Januari 2022 menyebut, capaian tahun pertama di 2021 hanya tercatat seluas 29.500 hektar di sembilan provinsi yang menjadi lokasi prioritas, serta 3500 hektar di lokasi tambahan (23 provinsi).
Dengan demikian, total luasan pada tahun 2021 tercatat hanya 33.000 hektar mangrove yang baru direhabilitasi. Luasan ini baru 5,5 persen keseluruhan target rehabilitasi mangrove sampai dengan tahun 2024. Artinya, 5,5 persen di tahun pertama sangat kecil. Butuh akselerasi 5 kali lipat untuk mencapai target ambisius tersebut.
"Dalam konteks kelembagaan, BRGM justru kehilangan kewenangannya pada supervisi konsesi, tentu ini berbeda pengaturan regulasi saat lembaga ini masih bernama BRG, hilangnya kewenangan ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi keseriusan pemerintah, mengingat besarnya konsesi industri ekstraktif berdampak pada ekosistem mangrove," serunya.
Ketiga, rehabilitasi mangrove yang didorong oleh pemerintah bertabrakan dengan rencana pemerintah sendiri yang akan melanjutkan proyek reklamasi di berbagai wilayah di Indonesia.
Keempat, rehabilitasi mangrove juga akan hancur oleh ekspansi proyek pertambangan, khususnya migas dan tambang pasir seluas 12.985.477 hektar.
Selain itu, ekspansi pertambangan nikel di wilayah Sulawesi dan Maluku Utara turut memperburuk kondisi mangrove. Sampai dengan tahun 2019, tercatat di 55 pulau kecil terdapat 165 konsesi tambang dengan total luasnya mencapai 734.000 ha.
"Komoditas terbanyak yang ditambang dari pulau-pulau kecil adalah komoditas nikel yaitu sebanyak 22 pulau kecil. Keberadaan izin tambang nikel itu mempercepat kerusakan mangrove," ujar Parid.
Advertisement