Sukses

KKP Bagi 4 Zona Penangkapan Ikan Berkuota 5,9 Juta Ton Senilai Rp 180 T

Peluang investasi usaha melalui penangkapan ikan terukur ini ditawarkan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono ke investor lokal.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membagi 4 zona penangkapan ikan berbasis kuota untuk industri dengan total kuota mencapai 5,99 juta ton/tahun.

Kuota ini yang dapat dimanfaatkan pengusaha dalam negeri. Perkiraan nilai ekonominya sangat besar mencapai Rp 180 triliun.

Peluang investasi usaha melalui penangkapan ikan terukur ini yang ditawarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di hadapan ratusan calon investor lokal. Alasannya, banyak manfaat yang didapatkan dari penerapan ini.

Dia memastikan penerapan kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota akan melahirkan banyak usaha turunan. Ini akan jadi pemicu geliat investasi, distribusi pertumbuhan ekonomi ke daerah pesisir menjadi lebih merata, hingga penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar.

"Sumber daya alam perikanan yang diambil setiap tahunnya itu sangat banyak, nilainya sampai ratusan triliun rupiah. Tapi coba lihat kehidupan masyarakat pesisir, kesejahteraan nelayan kita, masih memprihatinkan. Kantong-kantong kemiskinan banyaknya di daerah pesisir,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (17/2/2022).

Dia prihatian pendapatan negara dari sumber daya alam perikanan juga minim, hanya berkisar ratusan miliar, padahal yang diambil nilainya lebih dari Rp 200 triliun pada tahun lalu.

“Ini yang kami benahi dengan penerapan kebijakan penangkapan terukur," ungkap Menteri Trenggono.

Melalui kebijakan penangkapan terukur, mekanisme penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) akan berbasis kuota yang dibagi dalam sistem zonasi.

Kuota penangkapan dihitung berdasarkan kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs) yang kemudian akan dibagikan kepada penerima kuota yakni nelayan lokal yang tergabung dalam korporasi, investor (industri), serta penghobi.

Penangkapan berbasis kuota bertujuan menjaga ekosistem laut tetap sehat sehingga kegiatan ekonomi maupun sosial di dalamnya berjalan berkesinambungan.

Sementara penetapan sistem zonasi tujuan utamanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah sebab hasil tangkapan harus didaratkan di pelabuhan perikanan yang ada di sekitaran zonasi penangkapan.

Dengan demikian, pelabuhan perikanan di daerah menjadi pusat-pusat ekonomi baru sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

Trenggono menambahkan, pengawasan kebijakan penangkapan terukur nantinya akan dilakukan secara optimal melalui patroli langsung oleh kapal pengawas, maupun menggunakan teknologi satelit.

Pengawasan ini dinilainya sangat penting untuk mewujudkan transformasi tata kelola sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang modern dan ramah lingkungan.

Sejalan dengan penerapan kebijakan penangkapan terukur ini, KKP gencar melakukan promosi guna mengajak pelaku usaha dalam negeri memanfaatkan peluang usaha di bidang perikanan.

Empat Zona

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Artati Widiarti memaparkan, terdapat empat zona penangkapan ikan berbasis kuota untuk industri dengan total kuota yang ditawarkan mencapai 5,99 juta ton/tahun, yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam negeri. Perkiraan nilai ekonominya sangat besar mencapai Rp 180 triliun.

Menurutnya, semakin banyak investasi yang dilakukan, semakin banyak pula bisnis-bisnis baru yang tumbuh.

Baik bisnis terkait seperti penangkapan, distribusi/logistik, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, serta bisnis pendukung semisal perumahan, perbankan, listrik, air bersih, toserba, dan transportasi.

"Banyaknya bisnis yang bermunculan akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah," paparnya.

 

2 dari 2 halaman

Butuh Peran Banyak Pihak

Kementerian Kelautan dan Perikanan, sambung Artati, akan bersinergi dengan Kementerian/ Lembaga lainnya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, mulai dari segi kebijakan, insentif, pelayanan perizinan, keamanan, hingga program-program strategis pendukung geliat usaha perikanan di dalam negeri.

"Keberhasilan implementasi kebijakan penangkapan terukur ini tentunya sangat bergantung pada peran pelaku usaha dari hulu hingga hilir, mulai dari nelayan, pedagang, distributor, pengolah, pemasar, hingga eksportir," pungkas Artati.

Salah satu pelaku usaha peserta webinar Basuki mengaku mendukung implementasi kebijakan penangkapan terukur di Indonesia. Namun dia meminta, implementasi kebijakan ini dibarengi dengan kemudahan memperoleh bahan baku ikan sehingga usaha pengolahan yang dijalani dapat terus tumbuh.

Substansi Kebijakan

Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto Darwin meminta semua pemangku kepentingan di subsektor perikanan tangkap memahami substansi kebijakan penangkapan terukur, yakni menjaga ekologi, serta mengoptimalkan sumber daya perikanan untuk negara dan masyarakat.

“Jika ada yang menuding kebijakan ini pro asing, tentunya belum paham atau jangan-jangan malah menyuarakan kepentingan asing yang takut Indonesia berhasil menata ulang subsektor perikanan tangkapnya sesuai dengan prinsip ekonomi biru. Kritik atau ragu terhadap sebuah kebijakan baru itu hal yang wajar, tetapi kalau menentang tanpa solusi, ini artinya merugikan negara," tegas Doni.

Webinar yang mempromosikan peluang investasi di bidang perikanan tersebut menghadirkan Direktur Kepelabuhan Ditjen Perikanan Tangkap Tri Aris Wibowo, Direktur Logistik Ditjen PDSPKP Berny Achmad Subki, dan Plt. Direktur Perizinan dan Kenelayanan Ditjen Perikanan Tangkap Muhammad Idnillah.