Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan 1.568.483 orang petani dan penyuluh pertanian mengikuti pelatihan adaptasi dan antisipasi perubahan iklim di sektor pertanian.
Fenomena pemanasan global ditandai dengan anomali cuaca yang melanda di belahan dunia memicu kecemasan semua kalangan, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Iklim ekstrim seperti curah hujan yang sangat tinggi serta kekeringan yang sangat lama, mengakibatkan kerusakan tanaman dan kegagalan panen sehingga produktivitas tanaman menurun.
Advertisement
Iklim ekstrim juga merusak sumber daya lahan pertanian beserta infrastrukturnya seperti jaringan irigasi. Peningkatan kelembaban udara yang ekstrim juga meningkatkan intensitas serangan OPT.
Pelatihan kepada petani dan penyuluh demi meminimalisir dampak terhadap produksi tanaman.Â
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan dampak perubahan iklim menjadi tantangan yang sangat besar di sektor pertanian. Oleh karenanya, Kementan memfokuskan pelatihan untuk mengantisipasi perubahan iklim.
"Salah satu solusi yang bisa diambil adalah menggunakan teknologi pengelolaan sumberdaya iklim dan air untuk adaptasi perubahan iklim," kata Syahrul, Rabu (16/2/2022).
"Untuk menyukseskan pelatihan, sosialisasi terus dilakukan oleh BPPSDMP melalui UPT Pelatihan Pertanian terhadap wilayah kerjanya masing-masing terutama untuk mencapai jumlah peserta melalui registrasi online," katanya.
Syahrul juga terus mendorong inovasi pertanian sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Ia berharap pelatihan ini dapat melahirkan inovasi-inovasi dalam rangka pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim.
"Khususnya untuk mengantisipasi perubahan iklim ekstrem yang terjadi di Indonesia. Kita punya alam yang bagus keterampilan yang banyak dan semua harus terus kita perbaiki," ujarnya.
Selain itu, pelatihan tersebut akan memberikan keyakinan untuk melakukan Implementasi dari pelaksanaan teknologi pertanian.
"Termasuk cara-cara baru pertanian, menggunakan digital sistem pertanian, dan smart farming. Mengimplementasikan kegiatan ini tentu tidak mudah, tetapi Kementerian Pertanian harus terus melakukan pelatihan-pelatihan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam kondisi cuaca yang sangat ektrem ini," terangnya.
Â
Dampak Iklim Ekstrim
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, menyebut Indonesia saat ini didera perubahan iklim sangat ekstrim dan pandemi Covid-19 yang belum usai.
"Hal ini berdampak pada sendi-sendi kehidupan kita yang benar-benar terpuruk," ujar Dedi.
Dalam kondisi demikian, Kementerian Pertanian harus tetap menjaga bagaimana caranya produktivitas dan produksi pertanian terus meningkat.
"Karena, tidak mungkin jika produktivitas turun kita bisa eksis. Mau tidak mau, siap tidak siap, suka tidak suka, produktivitas harus naik. Solusinya adalah smart farming dan digitalisasi pertanian," katanya.
Dedi menerangkan, pada pelatihan tahun ini, pihaknya menyasar 68.438 penyuluh pertanian sesuai jumlah penyuluh saat ini. Itu terdiri dari penyuluh pemerintah, penyuluh harian lapangan, penyuluh swadaya hingga swasta.
Adapun untuk peserta petani ditargetkan sebanyak 1,5 juta. Sejauh ini, jumlah penyuluh yang telah mendaftar baru sebanyak 22.921 orang sedangkan petani 856.097 petani sehingga baru sekitar 56 persen dari total target Kementan.
"Para penyuluh anda adalah ujung tombak pertanian. Kita harap satu penyuluh bisa mengajak satu atau dua kelompok petani," ujar dia.
Untuk kegiatan pelatihan akan digelar pada 23 Februari hingga 17 Maret 2022, yang digelar secara virtual dan praktik di lapangan.
Pada tahun lalu Kementan juga melakukan pelatihan serupa dengan fokus pada kesuburan tanah. Jangkauan pelatihan menyentuh 1,6 juta petani dari target pelatihan tahun lalu 1 juta petani.
"Dampak serta keuntungan dari pelatihan tersebut tentunya baru akan terlihat dalam jangka panjang," pungkas Dedi.
Advertisement