Sukses

Terbongkar! Data 30.000 Klien Credit Suisse Bocor

Laporan media Jerman menyebutkan terjadi kebocoran data Credit Suisse. Kebocoran itu terjadi pada puluhan ribu nasabah.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah surat kabar Jerman dan media lain melaporkan terjadi kebocoran data pada bank terbesar kedua Swiss, Credit Suisse.

Dikutip dari VOA Indonesia, Senin (21/2/2022) kebocoran data  itu mengungkap rincian akun milik lebih dari 30.000 nasabah, di mana sebagian nasabah tersebut memiliki catatan yang buruk, termasuk keterlibatan dalam tindakan kriminal.

Selain itu, kebocoran tersebut juga menunjukkan kemungkinan gagalnya uji tuntas pemeriksaan pada banyak nasabah.

Surat kabar harian Jerman, Sueddeutsche Zeitung mengatakan mereka menerima data itu secara anonim lewat mailbox digital yang aman lebih dari setahun lalu.

Namun, belum diketahui jelas apakah sumber data tersebut didapat dari individu atau kelompok, dan harian itu tidak melakukan pembayaran atau membuat janji apapun untuk mendapatkan data tersebut.

Sueddeutsche Zeitung menjelaskan, pihaknya mengevaluasi data itu bersama Proyek Pelaporan Kejahatan Terorganisir dan Korupsi serta puluhan media lain termasuk The New York Times dan The Guardian.

Data yang diperiksa berkisar dari tahun 1940-an hingga satu dekade terakhir.

Dalam laporan tersebut menyebutkan data menunjukkan bank itu menerima "diktator korup, tersangka kejahatan perang dan penyelundup manusia, pedagang narkoba dan kriminal lain" sebagai konsumen.

2 dari 2 halaman

Credit Suisse Tolak Tuduhan Kelola Rekening Nasabah Terlibat Tindakan Kriminal

Sementara itu, Credit Suisse mengatakan pihaknya "menolak dengan keras tuduhan dan kritikan mengenai praktik bisnis bank yang dituduhkan itu."

Credit Suisse mengatakan tuduhan itu "sebagian besar bersifat historis" dan bahwa "laporan tentang masalah ini berdasarkan informasi sebagian, tidak akurat, atau selektif yang diambil di luar konteks, menimbulkan interpretasi tendensius mengenai kegiatan bisnis bank tersebut."

Bank asal Swiss tersebut juga mengatakan telah memeriksa banyak akun yang kemungkinan terasosiasi dengan tuduhan itu, dan sekitar 90 persen diantaranya "sudah tutup atau dalam proses penutupan."