Liputan6.com, Jakarta - Konsumen di Amerika Serikat (AS) melaporkan kerugian lebih dari USD 5,8 miliar atau Rp 83,2 triliun akibat penipuan pada tahun lalu.Â
Jumlah raibnya uang konsumen tersebut pun naik dari USDÂ 3,4 miliar pada 2020 (meningkat lebih dari 70 persen), menurut Komisi Perdagangan Federal (FTC) AS.
Baca Juga
Dilansir CNBC International, Rabu (23/2/2022) hampir 2,8 juta konsumen AS mengajukan laporan penipuan pada tahun 2021--jumlah tertinggi yang pernah tercatat sejak tahun 2001, menurut FTC.
Advertisement
Sekitar 25 persen dari penipuan itu bahkan menyebabkan kerugian finansial, dengan masing-masing korban bisa kehilangan uang hingga USD 500.
Jumlah korban penipuan sebenarnya di AS pun diprediksi lebih tinggi karena beberapa insiden kemungkinan tidak dilaporkan.
Angka-angka itu juga belum termasuk laporan pencurian identitas dan kategori lainnya.
Catatan tahun FTC juga menunjukkan, ada lebih dari 1,4 juta orang di AS yang dilaporkan menjadi korban pencurian identitas pada tahun 2021; 1,5 juta lainnya mengajukan pengaduan terkait dengan kategori masalah 'lainnya (termasuk perusahaan pelaporan kredit yang gagal menyelidiki informasi yang disengketakan, atau penagih utang yang secara salah menyatakan jumlah atau status utang).
Pemalsuan Identitas Jadi Kasus Penipuan Terbanyak di AS pada 2021
Amerika Serikat telah melihat kenaikan kasus penipuan selama pandemi Covid-19, karena kekhawatiran dan kebingungan konsumen yang dimanfaatkan oleh para oknum.
Dilaporkan juga banyak penipu yang menawarkan produk kesehatan palsu, seperti pembersih tangan dan masker, dan menggunakan data curian untuk mengajukan bantuan bagi pengangguran dan tunjangan atas nama korban mereka.
Temuan FTC juga mengungkapkan, pemalsuan identitas menjadi bentuk penipuan paling umum di AS pada tahun 2021, terhitung lebih dari sepertiga laporan.Â
Akibat kasus pemalsuan identitas, tiap korban bisa kehilangan uang hingga USD 1.000.
Dalam penipuan seperti itu, oknum biasanya berpura-pura menjadi orang lain untuk mencuri uang atau informasi pribadi yang sensitif.
Para oknum juga diketahui melancarkan aksi mereka dengan mengaku sebagai pejabat pemerintah, kerabat dalam kesulitan, pebisnis terkenal atau pakar dukungan teknis, menurut FTC.
Advertisement