Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, jajaran menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 akan terus mendorong pemerataan pemulihan ekonomi global.
Untuk itu, diperlukan exit strategy yang terkalibrasi, terencana dan dikomunikasikan dengan baik dengan memperhatikan potensi risiko global dan upaya pencapaian pemulihan yang seimbang sehingga tidak ada negara yang tertinggal dalam pemulihan ekonomi dari pandemi.
“Saat ini, kita menghadapi sebuah tantangan baru yang berkembang akibat proses pemulihan ekonomi yang tidak merata, baik karena isu vaksinasi maupun adanya negara yang masih tertinggal dalam memulihkan ekonominya. Di samping itu, masih ada pula risiko inflasi yang diakibatkan oleh disrupsi rantai pasok, mismatch pasar tenaga kerja, hingga peningkatan harga energi. Itulah mengapa semangat kerja sama ini menjadi sangat penting," kata Sri Mulyani dalam penjelasan resminya dikutip Sabtu (26/2/2022).
Advertisement
Ia mengatakan, para menteri keuangan, gubernur bank sentral G20, dan pimpinan organisasi internasional secara bersama-sama akan berupaya mengatasi berbagai masalah ekonomi global di tengah pemulihan yang sedang berlangsung.
Para menteri keuangan, gubernur bank sentral G20, dan pimpinan organisasi internasional telah menggelar pertemuan bertajuk Financial Ministers and Central Bank Governor (FMCBG) pada 17-18 Februari 2022, dan menghasilkan First Communiqué atau Komunike Pertama, yang merefleksikan komitmen untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi global di tengah pemulihan yang sedang berlangsung.
Kesepakatan yang tertuang dalam komunike ini, lanjutnya, akan dibahas di level teknis (working group, deputies) dan FMCBG G20 sebelum diusulkan pada Leaders Declaration pada KTT G20 November mendatang.
“Upaya pemulihan dunia akibat pandemi COVID-19 yang bersifat tidak merata menjadi agenda besar dalam komunike tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Ia mengatakan, G20 menggarisbawahi bahwa pelajaran yang dapat diambil dari pandemi adalah tidak ada satu negara yang dapat menghadapi kondisi ini sendirian.
Belajar dari pandemi Covid-19, lanjutnya, Presidensi G20 Indonesia membawa agenda prioritas untuk membangun koordinasi yang lebih baik antara sektor kesehatan dan keuangan, serta modalitas menuju pembentukan fasilitas keuangan bagi upaya Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respon (Prevention, Preparedness and Response/PPR).
Agenda prioritas ini akan dijalankan melalui Gugus Tugas Keuangan dan Kesehatan G20, yang akan berkolaborasi dengan berbagai Organisasi Internasional seperti WHO dan World Bank. Prinsip PPR, menurut Sri Mulyani, dibutuhkan agar negara-negara di dunia memiliki resiliensi atau daya tahan yang lebih baik terhadap risiko pandemi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Pandemi
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, diperlukan upaya lain untuk menyelesaikan dampak dari pandemi secara jangka panjang guna meningkatkan resiliensi perekonomian.
Upaya ini juga menjadi pembahasan dari komunike, seperti pembangunan infrastruktur berkelanjutan, keuangan berkelanjutan, pembenahan arsitektur keuangan global, pajak internasional, hingga inklusi keuangan. Sebab, perhatian untuk pengelolaan risiko dari peningkatan penggunaan teknologi dan digitalisasi keuangan juga menjadi perhatian dalam pembahasan komunike.
“Perhatian negara-negara G20 adalah mengelola risiko dan mengoptimalkan manfaat dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi dan semakin meluasnya digitalisasi di sektor keuangan. Dari sisi pengelolaan risiko, negara-negara G20 menyepakati untuk adanya pengawasan terhadap aset kripto. Dengan perkembangannya yang cukup pesat, terdapat risiko akan timbulnya instabilitas pasar keuangan global apabila tidak dipantau dengan baik," ujar Perry.
Berkaitan dengan isu aset kripto maupun aset virtual lainnya, dalam komunike yang dirumuskan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 meminta Financial Stability Board (FSB) untuk memonitor dan berbagi informasi terkait aturan dan pengawasan berbagai bentuk aset kripto.
Selain itu, para Menteri dan Gubernur juga menyatakan komitmen untuk mengimplementasikan standar Financial Action Task Force (FATF) terkait aset virtual. Isu transformasi digital dan ekonomi juga menyoroti bagaimana memanfaatkan digitalisasi untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif bagi perempuan, pemuda, dan UMKM.
Presidensi G20 Indonesia akan mengimplementasikan berbagai roadmap untuk mendorong sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman, dan handal untuk meningkatkan inklusi keuangan. Isu pemulihan pasca-pandemi merupakan tema besar penyelenggaraan G20 di tahun ini.
Pemerintah Indonesia sebagai pemegang Presidensi mendorong adanya komitmen dari seluruh negara anggota untuk berkontribusi dalam perwujudan skema pemulihan yang nantinya dirumuskan. Kerja sama melalui G20 untuk mencapai solusi pemulihan dunia akibat pandemi menunjukkan semangat multilateralisme.
Dalam konteks pemulihan ekonomi, Presidensi Indonesia menggarisbawahi pentingnya pemulihan ekonomi bersama dan bagaimana mengatasi luka pandemi untuk dapat mencapai pemulihan ekonomi yang lebih kuat.
Adapun enam agenda prioritas yang menjadi fokus pembahasan G20 di masa Presidensi Indonesia jalur keuangan di antaranya adalah exit strategy untuk mendukung pemulihan ekonomi, penanganan luka akibat (scarring effect) pandemi, sistem pembayaran di era digital, keuangan berkelanjutan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional.
Advertisement