Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah berjanji merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, utamanya soal syarat pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun.
Janji revisi tersebut diumumkan pekan lalu, setelah menerima banyak desakan dari kaum buruh yang menolak keras aturan pencairan JHT. Selain itu, revisi juga dilakukan setelah diperintah oleh Presiden Joko Widodo untuk mempermudah pencairan JHT.Â
Orang dekat Menaker pun sempat berjanji untuk mengumumkan hasil revisi Permenaker pada Jumat 25 Februari 2022. Namun ternyata tak terlaksana.
Advertisement
Lantas, bagaimana kabar revisi aturan pencairan JHT tersebut?
Kepala Biro Humas Kemnaker Chairul Fadly Harahap mengatakan, revisi Permenaker 2/2022 saat ini masih berproses dengan melibatkan sejumlah pihak terkait.
"Masih, sedang berproses. Dalam konteks merevisi ini, tentunya melibatkan banyak pihak yang harus dibicarakan, dan dengan siapa berbicaranya," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (1/3/2022).
Chairul mengabarkan, Kemnaker telah memproses sejumlah diskusi, baik dengan serikat pekerja, juga para pakar, para ahli dan pengamat di bidang ketenagakerjaan.
"Sehingga diharapkan revisi ini betul-betul bisa menjawab hal-hal yang bisa menjadi polemik," imbuhnya.
Adapun Permenaker 2/2022 yang meramu syarat pencairan manfaat JHT diundangkan per 4 Februari lalu. Alhasil, pelaksanaannya baru akan efektif 3 bulan setelahnya.
"Toh Permenaker 2/2022 ini kan diundangkannya per Februari. Setelah diundangkannya itu dia masih berlaku 3 bulan setelah diundangkan. Sehingga sekitar tanggal 4 Mei baru diberlakukan," tutur Chairul.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menggali Esensi Dana JHT Bagi Pekerja
Polemik pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) terus bergulir. Terbaru, Presiden Jokowi meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah merevisi Permenaker No 2 Tahun 2022.
Polemik mengenai perubahan mekanisme pencairan saldo JHT disebabkan oleh adanya kesalahan persepsi di kalangan masyarakat mengenai program yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan tersebut.
Guru Besar Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengatakan program JHT di Indonesia terjebak pada persepsi pikiran pendek atau short sighted di kalangan pekerja dan sebagian kelompok masyarakat.
Menurutnya, program ini disusun dengan mempertimbangkan rendahnya kesadaran masyarakat pekerja dalam menyisihkan penghasilannya sebagai jaring pengaman sosial pada masa mendatang.
"Di seluruh dunia semua negara mewajibkan pekerjanya untuk nabung di hari tua. Ada yang bentuk uang pensiun dan jaminan hari tua," kata dia, Kamis (24/2/2022).
Sejalan dengan itu, Hasbullah menilai sudah selayaknya saldo JHT dicairkan ketika pekerja berusia tua atau sudah tidak lagi aktif di dunia kerja sehingga memberikan jaminan kelayakan hidup.
"Tapi sekarang banyak manusia itu berpikir pendek, padahal aturan Menaker itu sudah sangat bagus dan sesuai. Jaminan sosial dan manfaat jaminan sosial hanya dapat dicairkan ketika tua," kata dia.
Hasbullah menambahkan, berdasarkan data KSPI pada tahun lalu terdapat 50 ribu pekerja yang terkena PHK. Adapun Kementerian Ketenagakerjaan memperkirakan pekerja yang terancam PHK mencapai 143 ribu orang.
Sementara itu, jumlah peserta JHT pada tahun lalu mencapai 52 juta orang. Artinya, polemik mengenai kekhawatiran perubahan skema pencairan JHT hanya mewakili 0,3 persen peserta di dalam program tersebut.
"Apakah harus membongkar program JHT dengan menolak syarat pencairan usia 56 tahun? Lihat kepentingan masa depan bersama jangan lihat jangka pendek kan semua ada solusinya," ujarnya.
Advertisement