Liputan6.com, Jakarta Investasi asing di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia berpotensi semakin terus berkurang. Usai ConocoPhillips Indonesia Holding hengkang dari Tanah Air, beberapa pemain besar migas seperti Shell, Chevron hingga Total dikabarkan menyusul.
Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, menjelaskan hal itu terjadi karena iklim investasi di Indonesia mulai tak menarik bagi investor migas asing. Kendati begitu, Mamit menyebut ada 3 hal yang bisa menarik investor di sektor hulu migas.
Baca Juga
“Pertama, saya kira butuh kepastian hukum sampai sejauh ini revisi UU Migas nomor 22 tahun 2021 masih belum selesai, investasi di sektor hulu migas ini high risk high cost, sehingga investor membutuhkan kepastian hukum untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Mamit kepada Liputan6.com, Senin (7/3/2022).
Advertisement
Kedua, tidak bisa dipungkiri saat ini kondisi lapangan migas di Indonesia sudah cukup tua, dan lapangan migas saat ini banyak di Indonesia bagian Timur dan laut, sehingga dibutuhkan investasi yang cukup tinggi dan resikonya juga tinggi.
“Ini membuat investasi perusahaan besar kembali memperhitungkan skema mereka apakah menguntungkan atau tidak berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.
Ketiga, kebijakan fiskal Indonesia masih kurang atraktif dibanding negara lain. Bisa dilihat dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam mereka jauh lebih atraktif dalam memberikan kebijakan fiskal , sehingga iklim investasi mereka hulu migas ini berkembang.
“Bahkan di wilayah kerja di Malaysia sangat ditunggu-tunggu ketika ada lelang dilakukan Pemerintah Indonesia, tapi di Indonesia Wilayah kerja kita ketika lelang sedikit sekali peminatnya. Jadi harus ada kebijakan revolusioner agar iklim investasi kitab isa lebih atraktif lagi di sektor hulu migas,” ujarnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hulu Migas
Menurutnya, potensi di sektor hulu migas Indonesia banyak sekali. Cadangan cekungan migas kita cukup banyak, tinggal bagaimana Pemerintah bisa mengundang investasi dan melakukan kegiatan eksplorasi.
“Ini benar-benar dibutuhkan kerjasama semua pihak bukan hanya SKK migas, Kementerian ESDM tapi Kementerian Keuangan, BKPM terkait kebijakan fiskal dan juga kementerian terkait agar iklim investasi menarik tapi disisi lain tidak membebani keuangan negara,” ujarnya.
Kenaikan energi dunia menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan perubahan-perubahan iklim investasi. Perjalanan masih panjang di tahun 2022 ini, Pemerintah Indonesia bisa terus melakukan komunikasi dan membangun hubungan dengan calon investor agar bisa berinvestasi di sektor hulu migas kita sehingga bisa terus berkembang.
“Karena multiplier effect dari sektor hulu migas tidak sedikit, penerimaan negara kita masih besar ditopang APBN hulu migas,” pungkasnya.
Advertisement