Sukses

Forum C20 Bahas Usulan Penurunan Biaya Remitansi hingga 3 Persen

Penurunan biaya remitansi atau layanan pengiriman uang akan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam konferensi kelompok masyarakat sipil atau Civil 20 (C20)

Liputan6.com, Jakarta Penurunan biaya remitansi atau layanan pengiriman uang akan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam konferensi kelompok masyarakat sipil atau Civil 20 (C20) pada presidensi G20 Indonesia.

Direktur Eksekutif The Prakarsa dan Sherpa C20 Indonesia (mitra resmi G20 dari organisasi masyarakat sipil) Ah Maftuchan, menjelaskan, penurunan biaya remitansi bertujuan untuk mendukung kesejahteraan pekerja migran dari negara yang tergabung dalam G20.

“Terkait tarif remitansi sangat mahal, kita ingin tarif remitansi maksimal 3 persen karena ini akan menguntungkan pekerja migran di negara maju,” kata Maftuchan dalam konferensi pers C20 Kick-Off Meeting & Ceremony, Selasa (8/3/2022).

Maftuchan menyebut, saat ini rata-rata biaya remitansi secara global mencapai 13 persen alias mahal. Bisa dibayangkan, jika pekerja migran ingin mengirim uang ke negaranya kena tarif semahal itu justru membebani pekerja migran dari negara miskin dan berkembang.

“Kita tidak bisa bayangkan kalau  tarif sekarang 13 persen, kalau ada pekerja migran kita atau pekerja migran India atau pekerja migran Filipina kirim uang ke rumahnya USD 100 akan kena USD 13, itu terlalu mahal dan akan membebani,” ujarnya.

 

2 dari 2 halaman

Kesepakatan Bersama

Lanjut dia menjelaskan, biaya remitansi sebesar 3 persen sudah sesuai permintaan C20. Seharusnya, hal itu sudah menjadi kesempahaman bersama di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya di SDGs.

Sayangnya hal tersebut belum terealisasi optimal. Dia menilai isu penurunan biaya remitansi ini sangat penting bagi negara-negara G20, khususnya negara-negara miskin dan berkembang.

Adapun dalam forum C20 ini juga mengangkat isu pengurangan hutang negara miskin. Isu ini sangat penting untuk didorong dalam G20, sehingga ke depannya mampu melahirkan kebijakan pengurangan hutang kepada negara miskin dan berkembang.

“Saya rasa ini relevan di tengah situasi pandemi covid-19 dan akan memberikan dampak yang sangat besar, bagi peningkatan kemampuan negara miskin dan berkembang untuk membiayai pembangunannya di negara masing2. Karena beban pembayaran hutangnya menurun secara drastis,” pungkasnya.