Sukses

Industri Usung Farmasi Hijau di Forum T20 Presidensi G20 Indonesia

Industri farmasi berkontribusi mendorong Green Pharmacy sebagai konsep pendekatan farmasi yang memperhatikan ketahanan rantai pasok bahan baku dan juga ekologis industri.

 

Liputan6.com, Jakarta Penguatan arsitektur kesehatan global menjadi perhatian para pemimpin negara-negara anggota G20. Untuk mencapai visi ketahanan melalui kemandirian kesehatan, industri farmasi berkontribusi mendorong Green Pharmacy sebagai konsep pendekatan farmasi yang memperhatikan ketahanan rantai pasok bahan baku dan juga ekologis industri

Hal ini mengemuka dalam Forum diskusi para Think Tank T20 dengan tema The Indonesian Healthcare Future Forward, Selasa (8/3/2022) kemarin.

Director of Research & Business Development Dexa Group Dr. Raymond Tjandrawinata mengemukakan konsep Green Pharmacy memiliki pengaruh pada ekspresi gen, terutama karena memiliki banyak bahan di dalam Green Pharmacy itu sendiri.

“Jadi ketika kita mendefinisikan Green Pharmacy sebenarnya adalah molekul atau zat yang dapat memiliki banyak efek pada tubuh kita. Jika diperinci, sebenarnya Green Pharmacy dapat didefinisikan sebagai senyawa yang memungkinkan kita memiliki efek genomik dan proteomik," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (9/3/2022).

"Ini adalah metode atau sistem yang tidak hanya dalam bidang pengobatan biologis, tetapi lebih jauh ke molekuler penyakit dan pasien. Green Pharmacy memungkinkan kita untuk melakukan itu karena memiliki pengaruh pada DNA kita, termasuk protein dan metabolisme tubuh manusia,” lanjut Raymond.

Saat ini, dunia berada di tengah perkembangan pengobatan preventif, berada di tengah-tengah konversi dari obat konvensional ke fungsional. Obat fungsional harus berorientasi pada kesehatan, berpusat pada pasien, dan bersifat holistik.

“Dengan Green Pharmacy dan obat-obatan alami, hal ini dapat dilakukan dengan sangat mudah karena dengan Green Pharmacy kita bisa mengemas protein atau molekul ke dalam bentuk produk. Sekarang Green Pharmacy juga bisa masuk ke dalam kategori itu,” kata Raymond.

Untuk meningkatkan pemahaman terkait Green Pharmacy dan efeknya, Raymond mengemukakan bahwa telah banyak literatur termasuk jurnal publikasi.

“Semua publikasi ini menunjukkan bahwa Green Pharmacy tidak kalah dengan farmasi biasa/konvensional. Banyak bagian dari Green Pharmacy ini sebenarnya bisa digunakan, banyak bagian dari tumbuhan termasuk akar, cabang, daunnya. Kami mencatat banyak negara yang mengembangkan Green Pharmacy untuk sektor kesehatan,” papar Raymond.

Untuk memastikan Green Pharmacy dapat diterima sebagai obat modern, Green Pharmacy harus melalui proses penemuan modern, menggunakan beberapa teknik biologis untuk memastikan Green Pharmacy terus dapat dikembangkan di masa depan.

“Kami harus mengumpulkan data, uji klinis, untuk memastikan Green Pharmacy sesuai dengan standar internasional dan kategori obat internasional. Ke depan, Green Pharmacy harus menjadi mayoritas obat dalam formularium suatu negara. Ini adalah mimpi kami, tetapi juga dapat dilakukan jika pemerintah dan sektor swasta bekerja bahu membahu untuk mewujudkannya. Karena Green Pharmacy adalah proposal yang sangat bagus untuk banyak negara,” kata dia.

Raymond juga menegaskan bahwa Green Pharmacy dapat melindungi suatu negara dari masalah pasokan, masalah lingkungan, hingga masalah akses kesehatan.

“Hanya ketika kita menyadari dan mewujudkan agenda ini, maka negara dapat menjadi mandiri, memiliki sistem lingkungan dan ekologi yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan petani, hingga meningkatkan kemandirian dalam hal bahan baku aktif (API) yang berasal dari negara kita sendiri,” pungkas Raymond.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Perlu Dukungan Pemerintah

Sementara itu, Chief of T20 of Global Health Sector of G20 Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan perlunya dukungan dari pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk mengembangkan industri kesehatan nasional.

Secara global, lanjut Prof. Hasbullah, Bank Dunia telah menggelontorkan USD 157 juta untuk menanggulangi dampak COVID-19. Meski begitu, pendanaan pemerintah untuk industri kesehatan di negara berkembang masih lebih rendah dibandingkan di negara maju.

“Di tahun 2020, ekonomi global menurun hingga 3 persen dari PDB global akibat pandemi. Ini menunjukkan bahwa dampak kesehatan terhadap ekonomi sangat kuat, dan sebaliknya, pembangunan ekonomi dapat meningkatkan sistem kesehatan global. Kita membutuhkan lebih banyak teknologi dan inovasi baru, sehingga pemerintah harus berinvestasi pada industri kesehatan melalui insentif dan dukungan lainnya,” ujar Prof. Hasbullah.