Liputan6.com, Jakarta - Kabar soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan perusahaan ekspedisi PT SiCepat Ekspres Indonesia tengah viral. Akun Twitter @arifnovian***** melaporkan, SiCepat telah memutus kontrak kerja 365 kurir dengan disodori surat pengunduran diri.
Akun bersangkutan mengungkapkan, tujuan perusahaan agar perusahaan tidak membayar pesangon dan hak-hak lainnya.
Pakar Hukum Ketenagakerjaan UI Aloysius Uwiyono menyatakan, jika kabar tersebut benar, berarti SiCepat sudah melakukan pemutusan hubungan kerja secara tidak sah.
Advertisement
"Enggak sah itu, berarti ada paksaan. Itu tidak diperbolehkan. Jangan sampai menandatangani suatu perjanjian pengunduran diri," tegas Aloysius kepada Liputan6.com, Minggu (13/3/2022).
Secara ketentuan hukum, terdapat beberapa hak yang harus dipenuhi perusahaan kepada karyawan yang di-PHK. Termasuk di antaranya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
Adapun tata cara pemberiannya sudah diatur di Pasal 154A Ayat (3) dan Pasal 156 Ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pesangon
Dengan begitu, Aloysius mengatakan, perusahaan tidak bisa semena-mena memaksa pekerja menandatangani surat pengunduran diri. Kurir SiCepat bisa menuntut perusahaan untuk memberikan kejelasan, atau paling tidak membayarkan pesangon.
"Perusahaan harus membayar pesangon. Mem-PHK, kemudian membayarkan pesangon sesuai dengan masa kerjanya. Artinya pekerja bisa menuntut pesangon," ujar dia.
Hingga saat ini belum ada penjelasan dari manajemen mengenai kasus PHK yang viral tersebut.
Pihak SiCepat belum memberikan tanggapan saat dimintai keterangan oleh redaksi liputan6.com.
Advertisement