Sukses

Pengusaha Minta HET Minyak Goreng Curah di Masa Darurat Saja

Pengusaha menilai sudah mulai mendekati puasa dan Lebaran, dipastikan kebutuhan masyarakat terkait minyak goreng curah dan kemasan akan meningkat.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) sepakat dengan kebijakan terbaru Pemerintah terkait penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah yang mulai berlaku hari ini 16 Maret 2022.

Alasannya, saat ini pasokan minyak goreng sangat dibutuhkan masyarakat. Ini diungkapkan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga.

“Kalau tidak setuju maka masyarakat tidak akan mendapat minyak goreng, karena kapasitas mesin untuk kemasan itu kurang. Sekarang yang ada kemampuan kemasan kira-kira 121 juta liter per bulan, padahal kita perlu 351 juta liter untuk seluruh kemasan, jadi kurang,” kata Sahat kepada Liputan6.com, Rabu (16/3/2022).

Apalagi sudah mulai mendekati puasa dan Lebaran, dipastikan kebutuhan masyarakat terkait minyak goreng akan meningkat.

Menurutnya, daripada nanti timbul unjuk rasa dari masyarakat karena susah mendapatkan minyak goreng, maka dia menilai langkah darurat penetapan HET minyak goreng curah ini cukup baik.

“Ini emergency aja. Ke depannya, tidak boleh lagi, masa negara Indonesia sudah masuk G20 negara maju dari ribuan negara, masa Indonesia masih pakai curah. Curah itu hanya ada di negara miskin, di Bangladesh, dan beberapa Negara Afrika, masa kita begitu,” ujarnya.

Sahat menegaskan, sebenarnya dari asosiasi berkeinginan supaya minyak goreng curah ditiadakan, alasannya dua yaitu agar masyarakat menerima minyak sawit yang higienis, asalnya jelas, serta sehat. Kedua, terjamin halal.

“Karena di lapangan banyak minyak curah yang tidak jelas sumbernya darimana, bahkan ketika diselidiki banyak dari minyak jelantah (minyak goreng bekas). Minyak jelantah itu bisa berasal dari pecenongan dan bisa bercampur dengan apa saja sehingga tidak halal,” katanya.

Asosiasi pun tak menampik tidak mampu untuk memproduksi banyak kemasan minyak goreng. Sehingga dengan minyak goreng yang langka ini diteruskan dengan minyak goreng curah.

“Tapi kalau dilihat dari konsep kebijakan pemerintah ini ada pesan tersembunyi supaya produsen itu membuat kemasan. Karena kemasan itu dibebaskan harga berapa saja terserah, ada semacam hidden agenda,” pungkasnya.

 

 

2 dari 2 halaman

Pemerintah Akhirnya Biarkan Harga Minyak Goreng Kemasan Ikuti Harga Pasar

Pemerintah memutuskan melepas harga minyak goreng kemasan atau premium mengikuti harga keekonomian atau mekanisme pasar.

Ini berarti harga minyak goreng kemasan tidak lagi dipatok sesuai harga eceran tertinggi (HET). Mengacu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang berlaku 1 Februari lalu, pemerintah menetapkan HET minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan kemasan premium Rp 14.000 per liter.

"Jadi untuk minyak goreng kemasan nanti ikut harga keekonomian artinya melihat atau mengikuti harga market dan kita lepas di pasar," ujar Kepala Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi melansir Antara, Jakarta, Rabu (16/3/2022).

Arief menjelaskan itu karena sebelumnya terdapat selisih harga dari ritel modern sebesar Rp 14.000. Namun di level pasar tradisional harga minyak goreng tidak bisa dikontrol sehingga inilah yang menyebabkan stok dari ritel modern selalu menimbulkan rush atau panic buying.

Kemudian juga ada beberapa oknum yang memang membeli, lalu beberapa minyak goreng ada yang masuk ke pasar tradisional.

"Artinya ini yang harus bisa kita atur bersama-sama, kita buat supaya seimbang atau balance antara ritel modern dan juga di pasar tradisional," jelas Arief.

Maka dari itu hal yang paling penting adalah bekerjasama dengan para pedagang pasar, sehingga rantai pasok minyak goreng ini benar dan teman-teman pedagang masih berjualan serta mendapatkan keuntungan dibandingkan tidak melibatkan mereka dan langsung menjual kepada masyarakat itu juga tidak benar.