Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, membahas terkait upaya Pemerintah dalam menekan inflasi di tahun 2022 di Indonesia. Hal ini diungkapkan dalam acara Bloomberg Asean Business Summit, Rabu (16/3/2022).
“Pada awalnya untuk Indonesia, bahkan tahun lalu, kita mengalami inflasi yang relatif sangat ringan 1,6 persen. Lalu, Januari dan Februari Kita sedikit meningkat sedikit di atas 2 persen,” kata Menkeu Sri.
Baca Juga
Namun, jika dibandingkan dengan banyak negara maju lainnya atau bahkan negara berkembang, tingkat inflasi Indonesia terhitung masih relatif sangat rendah. Kendati begitu, Pemerintah masih sangat memperhatikan harga komoditas global dan gangguan pasokan, bahkan sebelum invasi Rusia ke Ukraina yang telah menciptakan tekanan pada harga.
Advertisement
“Itu bisa menjadi gambaran dari banyak negara maju tingkat inflasi dan beberapa negara berkembang yang sedang atau sudah meningkat cukup signifikan, dan itu pasti di mana harus mempengaruhi kekuatan,” ujarnya.
Menurut Menkeu, respon kebijakan moneter di banyak negara maju dalam hal pengetatan, dan peningkatan inflasi juga akan mempengaruhi daya beli. Sehingga akan mempengaruhi pemulihan yang didorong oleh konsumsi.
Sehingga pengaruh ini juga perlu ditanggapi serta diantisipasi. Untuk Indonesia sebagian kenaikan harga komoditas tersebut belum ditransmisikan ke harga konsumen, karena kebijakan harga yang diatur oleh pemerintah.
“Sebagian juga dijelaskan oleh harga pangan kita yang relatif stabil seperti beras dalam dua tahun terakhir sangat diuntungkan dengan hujan yang terus menerus. Dan itu juga menciptakan penyangga bagi kami,” ujarnya.
Waspada Minyak Goreng dan Kedelai
Tapi Pemerintah juga sangat waspada dengan harga pangan lainnya seperti minyak goreng, dan kedelai. Lantaran, adanya perang di Ukraina akan berdampak signifikan untuk beberapa komoditas di Indonesia.
“Kami sudah memperhitungkan, pertahankan tekanan pada harga ini ke inflasi dalam beberapa bulan ke depan. Dan terutama juga untuk Indonesia karena kami mengantisipasi Ramadhan dan makan, yang akan terjadi dalam dua bulan ke depan,” ujarnya.
Dengan demikian, harga komoditas yang bersifat musiman, pasti akan berimplikasi pada proses pemulihan ekonomi di Indonesia. Namun pemerintah akan menggunakan instrumen fiskal dan moneter maupun intervensi pasar, agar Pemerintah dapat terlebih dahulu yakin bahwa proses pemulihan akan terus berlanjut.
Selanjutnya, Pemerintah juga mencoba memitigasi dampak negatif dari komoditas yang meningkat ekstrim, termasuk bahan bakar minyak dan mineral dengan menggunakan kebijakan fiskal. Pemerintah juga memastikan ketersediaan barang dan jasa ini akan tetap ada, ketika permintaan meningkat saat proses pemulihan setelah pandemi.
“Jadi kami akan menggunakan semua alat, agar kami dapat menavigasi situasi yang sangat menantang ini, dari pandemi yang belum berakhir, hingga sekarang risiko geopolitik baru,” pungkasnya.
Advertisement