Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan jika tidak akan menghapus keberadaan minyak goreng curah di pasaran. Itu karena keberadaannya masih sangat dibutuhkan masyarakat.
Ini diungkapkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (18/3/2022). "Itu (minyak goreng curah) nggak bisa dihapus, curah akan kita teruskan, di pasar (tradisional) itu kan lebih sederhana distribusinya," tegas dia.
Baca Juga
Sebelumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36 tahun 2020, menetapkan jika minyak goreng curah hanya dapat beredar sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 atau dicabut pada 1 Januari 2022.
Advertisement
Rencananya pemerintah ingin minyak goreng curah diganti minyak goreng kemasan sederhana. Namun kemudian kebijakan tersebut dibatalkan pemerintah.
Airlangga mengatakan, alasan minyak goreng curah masih ada karena masyarakat masih membutuhkannya. Tercatat, total konsumsi migor curah di dalam negeri mencapai 2,16 juta ton. Angka itu, mencapai 70 persen dari total konsumsi minyak goreng nasional.
Sedangkan minyak goreng kemasan sederhana hanya 207.900 ton, dan minyak goreng kemasan premium 1,08 juta ton.
Jika melihat data, dalam kondisi normal pun, kata Airlangga, minyak goreng curah masih dibutuhkan. Penghapusan migor curah dari pasar tidak bisa dilakukan dan bahkan kini pemerintah memberikan subsidi minyak goreng curah Rp 14.000 per liter.
Selain memberikan subsidi, pemerintah juga memutuskan melepaskan harga minyak goreng ke mekanisme pasar.
Dalam hal ini, dia mempersilahkan masyarakat untuk memilih jenis minyak goreng yang dikonsumsi antara kemasan atau curah.
"Pemerintah mempersilahkan masyarakat memilih, kalau mau kemasan premium silahkan ke modern market. Kalau mau yang murah silahkan ke pasar tradisional melalui pembelian migor curah," kata Airlangga.
Ekonom Usul Ekspor CPO Dikenai Pajak Progresif
Pemerintah diminta untuk menarik pajak progresif untuk ekspor crude plam oil (CPO). Langkah ini memberikan dampak positif bagi negara.Â
Ekonom CORE Indonesia Dwi Andreas menjelaskan, selama ini tarif pajak yang ditarik untuk ekspor CPO tetap. Ia mengusulkan jika harga CPO naik maka tarif pajak yang ditarik juga ikut naik.
"Sekarang kan buat ekspor kelapa sawit ini tarif ekspornya tetap. Mau nilainya berapa tetap. Ketika harga komoditasnya naik, jadi menyesuaikan dengan harga," kata Andreas saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Jumat (18/3/2022).
Menurut Andreas pajak progresif ini akan membuat eksportir tetap menyediakan CPO untuk pasar domestik. Sebab, tarif pajak yang dikenakan menyesuaikan dengan harga yang berkembang di pasar global. Apalagi sejak kenaikan harga minyak dunia, pengusaha sawit sudah untung berkali lipat.
"Pengusaha sawit ini menikmati keuntungan yang besar, luar biasa. Apalagi yang raksasa dan punya kekuatan yang besar," kata dia.
Â
Â
Advertisement