Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mendesak aturan Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP sebaiknya tidak dilanjutkan. Dia meminta JKP disempurnakan menjadi jaminan pengangguran.
"Itu yang lazim berlaku di seluruh dunia. Seluruh dunia tidak kenal jaminan kehilangan pekerjaan, tapi harus berbentuk unemployement insurance," seru Iqbal, Kamis (17/3/2022).
Untuk skema pendanaan, ia mengatakan, sumber anggaran berasal dari iuran buruh saat bekerja, iuran pengusaha, dan iuran pemerintah.
Advertisement
"Tiga sumber itu harus mengiur. Maka sustainibilitas unenployement insurance akan lebih pasti, karena jaminan sosial harus butuh kepastian," ungkap dia.
Iqbal lantas membeberkan tiga perbedaan mendasar antara JKP dan jaminan pengangguran. Pertama, sumber pendanaan JKP tidak ada kepastian.
"Apakah buruh dan pengusaha mau mengiur? Ternyata tidak. Yang terjadi, pengusaha dan buruh mengiurnya diambil dari rekomposisi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKN)," sebutnya.
"Dalam Undang-Undang BPJS, rekomposisi atau subsidi silang antar program dilarang. Dan pasal tentang subsidi silang adalah kriminal, itu belum hilang, 8 tahun hukumannya," terang dia.
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cuma Berlaku 6 Bulan
Kedua, iuran JKP disebutnya melanggar aturan dan tidak sesuai peruntukan. Sebab, itu merupakan rekomposisi dari jaminan kehilangan pekerjaan (JKK) dan jaminan kematian.
"Dengan JKP, tiba-tiba diambil dari JKK dan jaminan kematian sekitar 0,22 persen totalnya, dipindahkan ke JKP. Kan enggak masuk akal. Saya bayaran untuk iuran kematian dan kecelakaan kerja saya, kok tiba-tiba uang saya diambil tanpa diminta persetujuan untuk membayar, tanda petik pesangonnya orang lain?" keluhnya.
Perbedaan terakhir, JKP hanya berlaku selama 6 bulan saja. Jumlah uang yang dibayarkannya pun sedikit, yakni sebesar 45 persen dari upah terakhir selama 3 bulan pertama, dan 25 persen dari upah terakhir pada 3 bulan setelahnya.
"Kalau unemployement insurance, dia selama belum mendapat pekerjaan akan dibayar terus, dan jumlahnya 100 persen," pungkas Iqbal.
Advertisement