Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terpaksa menghapus kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dan kewajiban pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk produsen minyak sawit mentah (CPO), guna mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyatakan, harga minyak goreng sudah seharusnya mengikuti mekanisme pasar agar tidak terjadi kelangkaan.
Baca Juga
Dengan catatan, nilai jual minyak goreng harus tetap mengikuti harga kekinian CPO yang tengah melonjak.
Advertisement
"Tergantung harga CPO-nya. Kalau minyak sawitnya harganya bagus, rendah, ya (harga minyak goreng) rendah. Tapi kalau harganya tinggi, ya tinggi," ujar Sahat kepada Liputan6.com, Jumat (18/3/2022).
Sahat lantas menghitung, berapa seharusnya harga minyak goreng saat ini jika mengacu pada harga CPO.
"Sekarang harga CPO kalau saya tidak salah kisaran Rp 15.860 (per kg). Untuk itu kemasan sederhana bisa di Rp 22.500, yang premium mungkin Rp 24.000-28.500 per liter," jelasnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kebijakan HET
Di sisi lain, ia pun tak mempermasalahkan kebijakan HET yang masih diterapkan pemerintah untuk minyak goreng curah. Menurutnya, masing-masing komoditas itu sudah punya pasarnya sendiri.
"Itu kan sudah konsep nasional, sudah jalan. Untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat memperoleh minyak goreng dengan harga rendah," ungkap Sahat.
Advertisement