Liputan6.com, Jakarta Harga Pertamax Cs yang merupakan BBM produksi PT Pertamina (Persero) disebut masih di bawah harga keekonomian.
Hal ini lantaran minyak dunia terus mengalami kenaikan yang mengakibatkan keharusan perusahaan penjual bahan bakar minyak (BBM) seperti Pertamina ikut menyesuaikan harga.
Baca Juga
Setelah melakukan penyesuaian pada Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex, awal Maret 2022, tinggal Pertamax yang belum mengalami kenaikan. Kini, BBM dengan kadar RON 92 ini disarankan untuk dilakukan penyesuaian kembali.
Advertisement
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis harga batas atas keekonomian untuk BBM RON 92. Tercatat, untuk periode Maret 2022 ini, hasil hitungan keluar angka Rp 14.526 per liter.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut sudah saatnya Pertamina menaikkan harga jual Pertamax-nya. Ini juga menimbang selisih yang cukup tinggi dari harga keekonomian dan harga jual Pertamax saat ini Rp 9.500 per liter.
“Untuk harga saya kira sama seperti disampaikan kementerian ESDM berada di Rp 14.000-an per liter,” katanya kepada Liputan6.com, Selasa (22/3/2022).
“Hanya saja, saya harap Pertamina lebih murah jika dibandingkan dengan harga SPBU swasta. Pertamina bisa memberikan diskon dengan pembelian melalui aplikasi MyPertamina,” tambahnya.
Mamit mengatakan, kenaikan harga ini juga sebagai perwujudan persaingan dagang yang sehat. Melihat SPBU swasta yang menjual bahan bakar di Indonesia terus menyesuaikan harga keekonomian.
“Selain itu, untuk menciptakan persaingan dagang yang sehat dimana SPBU swasta sudah menjual harga di nilai ekonomis maka saya kira harga Pertamax harus disesuaikan juga,” katanya.
Kenaikan Harga Minyak Dunia
Mamit menjelaskan, penyesuaian harga bahan bakar non subsidi termasuk Pertamax ini mengacu pada tren kenaikan harga minyak dunia. Menurut catatannya, harga minyak dunia terus merangsek naik sejak Mei 2020 lalu.
“Untuk jenis Pertamax, jika kita mengacu kepada Perpres 119/2014, masuknya kedalam jenis bahan bakar umum dimana memang harga mengikuti harga keekonomian. Formula harga sendiri sudah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 62/2020 dan juga waktu untuk dilakukan penyesuaiannya,” paparnya.
Ia juga menduga akan ada potensi kerugian jika Pertamina tak segera melakukan penyesuaian. Ini melihat konsumsi Pertamax mencakup 12 persen dari seluruh konsumen BBM di Indonesia.
“Potensial loss saya kira cukup besar ya, sepanjang 2021 kemarin dimana rata-rata selisih harga Rp 2.000-3.000 per liternya. Dimana konsumsi Pertamax mencapai 12 persen secara nasional, kita bisa hitung berapa potensial lossnya,” katanya.
Advertisement