Liputan6.com, Jakarta - Rupiah ditutup menguat satu poin pada perdagangan Rabu sore, 23 Maret 2022 meski sebelumnya sempat melemah 15 poin di Rp 14.346. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya rupiah berada di posisi 14.347.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, rupiah berpotensi menguat pada perdagangan Kamis, 24 Maret 2022.
"Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat terbatas direntang Rp 14.330 hingga Rp 14.370," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (23/3/2022).Â
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan dolar Amerika Serikat berhasil menguat terhadap mata uang lainnya, karena investor perlahan beralih ke aset berisiko dan kenaikan harga komoditas terus mendorong pergerakan pasar.
Saham AS dan Asia Pasifik menguat pada Rabu, dengan sebagian besar investor mengabaikan kekhawatiran tentang dampak ekonomi dari perang di Ukraina, dengan komoditas dikecualikan.Â
Kemudian, hasil benchmark 10-tahun AS juga naik menjadi 2,4026 persen di awal sesi Asia pada Rabu. Hal itu masih dipengaruhi dukungan dari pidato ketua Federal Reserve, (the Fed) Jerome Powell pada Senin, di mana ia mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada pertemuan kebijakan mendatang.
St Louis Fed Presiden James Bullard menyerukan bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan semalam menjadi 3 persen tahun ini dan bergerak agresif untuk menjaga inflasi terkendali.
Pasar memperkirakan probabilitas 72,2 persen bahwa Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada Mei 2022, dengan peluang kenaikan yang lebih besar melonjak dari lebih dari 50 persen pada Senin.Â
Â
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sentimen Internal
Sedangkan sentimen internal, Ibrahim mengatakan, pasar terus memantau perkembangan tentang tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan diberlakukan mulai bulan depan.Â
Selain itu, PPN naik menjadi 11 persen yang sebelumnya sebesar 10 persen. Kenaikan PPN ini pun mendapat penolakan dari banyak kalangan termasuk pengusaha. Sebab, saat ini adalah masa pemulihan ekonomi yang tak seharusnya dibarengi dengan kenaikan PPN.
Menanggapi hal ini, Pemerintah melalui Sri Mulyani menekankan tidak akan ada penundaan PPN. Sebab, uang pajak dibutuhkan untuk membantu masyarakat terutama dalam pandemi Covid-19 seperti memberikan berbagai bantuan sosial (bansos).Â
Menurutnya, pemerintah masih memiliki ruang untuk menaikkan PPN. Sebab, rata-rata PPN di dunia sebesar 15 persen dan Indonesia baru 10 persen saja sehingga diputuskan untuk menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen.
Oleh karenanya, meski banyak pihak yang merasa ini bukan waktu yang tepat namun menurutnya harus dilakukan saat ini. Sebab, perekonomian sudah mulai pulih dan APBN yang sebelumnya sudah bekerja begitu keras harus kembali disehatkan.
Selain itu, kenaikan PPN tidak bisa hanya dilihat dalam jangka pendek. Sebab, ini dilakukan guna membangun Indonesia yang makin kuat ke depannya.
Dengan demikian, maka kenaikan PPN bukan untuk makin menyusahkan masyarakat. Namun untuk membangun masa depan yang akan dinikmati oleh masyarakat juga.
Advertisement