Liputan6.com, Jakarta Kasus stunting atau masalah pertumbuhan pada anak masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita.
Baca Juga
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan ada tiga penyebab langsung terjadinya stunting, yaitu asupan gizi yang kurang, masalah kesehatan ibu, dan pola asuh yang tidak baik.
Advertisement
“Penyebab utamanya itu asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar. Begitu juga ibu hamil yang terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering hamil, terlalu banyak anaknya, ini juga menjadikan faktor stunting,” ungkap Hasto kepada wartawan, Selasa (29/3/2022).
Selain penyebab langsung, Hasto juga menjelaskan penyebab tidak langsung stunting yaitu lingkungan yang buruk seperti rumah yang tidak higienis, sanitasi air kurang baik, minim air bersih, dan jamban yang kurang layak.
Menurut Hasto, kondisi lingkungan yang tidak higienis menimbulkan berbagai penyakit seperti Tuberkulosis (TBC) yang akan menghambat pertumbuhan berat dan tinggi badan.
“Minimnya air bersih membuat anak mudah sakit karena lingkungannya tidak sehat. Kemudian jambannya tidak ada, jadi buang air besar sembarangan membuat lingkungan tercemar. Selain itu imunisasi yang tidak sempurna juga membuat anak mudah sakit sehingga terjadi stunting,” jelasnya.
Persoalan stunting harus diatasi secara serius mengingat sekitar 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB “hilang” per tahunnya akibat stunting. Hal ini disebabkan stunting juga berisiko menurunkan kualitas sumber daya manusia suatu negara.
Hasto menjelaskan bahwa sangat diperlukan mengubah perilaku dan mindset masyarakat mengenai pencegahan stunting, khususnya keluarga muda yang akan program hamil. Banyak masyarakat yang masih mengesampingkan perilaku pencegahan stunting seperti tidak melakukan prakonsepsi atau perawatan sebelum terjadi kehamilan.
“Ini soal perilaku dan mindset. Misalkan dia punya makanan tapi memberi makanannya tidak bagus, hanya dikasih mie, padahal punya ikan punya telur. Dan mereka yang kesadaran imunisasinya rendah padahal imunisasi dasar itu gratis di puskesmas. (Perilaku) Ini (semua) berisiko stunting,” papar Hasto.
Upaya BKKBN
Untuk mengatasi permasalahan stunting, BKKBN sebagai Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional melakukan berbagai upaya.
BKKBN merencanakan program konvergensi yang memungkinkan sinergisitas antar kementerian dan lembaga terkait. Upaya ini merupakan langkah nyata untuk mewujudkan program pemerintah yang menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.
“BKKBN mengerahkan namanya konvergensi yang melibatkan Kementerian dan Lembaga terkait. Misalnya Kementerian PUPR memperbaiki sanitasi, Kementerian Pertanian menyediakan pangan, Kementerian Kesehatan memfasilitasi penelitian dan pelayanan, dan lainnya,”
Selain itu, tambah Hasto, pihaknya juga bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk mendukung program penanganan stunting. BKKBN menunjuk 600 ribu orang yang tersebar di berbagai daerah untuk menjadi pendamping keluarga dengan risiko tinggi stunting.
“Setiap Pemerintah Daerah ini punya program namanya RANPASTI (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting). BKKBN baru roadshow sudah berjalan tiga bulan dan kami bersyukur respon Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah sangat bagus,” tutup Hasto.
Di samping berbagai program terobosan pemerintah, BKKBN menilai edukasi, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang asupan gizi seimbang sejak awal perencanaan kehamilan, pemahaman tentang sanitasi juga kebersihan, serta vaksinasi akan turut menentukan keberhasilan penurunan angka stunting nasional.
Maka itu kami juga memohon agar perihal 3 faktor tersebut turut diinformasikan dengan tepat oleh media kepada masyarakat luas untuk mempercepat tercapainya pemahaman masyarakat yang baik untuk isu pencegahan stunting.
Advertisement