Sukses

Luhut Soal Pemerintah Siapkan Gugatan Kasus Montara: Kita Harus Membela Nelayan

Menko Luhut menjelaskan, kasus tumpahan minyak di Montara sudah bergulir sejak 2009.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengabarkan perkembangan terbaru kasus tumpahan minyak di Lapangan Montara yang mencemari Laut Timur.

Menko Luhut menjelaskan, kasus tumpahan minyak ini sudah bergulir sejak 2009. Pengadilan Federal Australia pada Maret 2021 telah memenangkan gugatan dari 15 ribu petani rumput laut dan nelayan di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao di Provinsi NTT.

Tumpahan minyak tersebut berasal dari lapangan yang dimiliki oleh PTT Exploration and Production (PTTEP) asal Thailand telah menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya mata pencaharian petani rumput laut dan nelayan.

Proses hukum ini masih berjalan dengan pengajuan banding dari PTTEP Australasia yang merupakan anak usaha dari  PTT Exploration and Production (PTTEP). Persidangan akan digelar pada Juni 2022.

"Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan terus mendukung proses penyelesaian kasus ini. Kita harus membela para nelayan kita yang menjadi korban," jelas Luhut Binsar Pandjaitan Dalam acara Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara, Jumat (1/4/2022).

Luhut melanjutkan, pemerintah tengah menyiapkan payung hukum berupa peraturan presiden untuk bisa menggugat PTTEP Australasia di dalam negeri.

Gugatan dalam negeri terhadap perusahaan eksplorasi asal Thailand akan dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Ledakan di 2009

‎Untuk diketahui, kasus tumpahan minyak perusahaan PTTEP terjadi pada 21 Agustus 2009. Ketika sumur minyak H1-ST1 Anjungan Lepas Pantai Lapangan Minyak Montara di Laut Timor meledak. Tumpahan minyak ini mengalir secara terus-menerus selama 74 hari sampai ke pesisir pantai wilayah Provinsi NTT, Indonesia.

Kejadian ini mengakibatkan pencemaran pada baku mutu air laut di hampir seluruh wilayah NTT dan mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan ekosistem laut secara luas.