Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu menilai inflasi sepanjang tahun 2022 akan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan kondisi inflasi tahun 2021.
Alasannya, tahun ini ada sejumlah kebijakan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang memicu kenaikan harga ditengah tren pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Tak hanya itu, kenaikan harga BBM Pertamax juga memberikan andil dalam peningkatan inflasi tahun ini. Begitu juga dengan tingginya harga komoditas energi dan pangan global.
Advertisement
"Laju inflasi domestik di 2022 diperkirakan meningkat dibandingkan tahun 2021, namun masih berada pada rentang sasaran inflasi 2,0 persen - 4,0 persen," kata Febrio di Jakarta, Sabtu (2/4/2022).
Meski begitu, kata Febrio jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang mampu menjaga laju inflasi pada level yang relatif rendah. Hal ini tercermin dari inflasi pada Maret 2022 yang mengalami peningkatan namun masih di level 2,64 persen (yoy).
Inflasi inti (core inflation) pada bulan Maret mencapai 2,37 persen (yoy)dari posisi Februari, 2,03 persen. Angka ini juga yang tertinggi sejak Mei 2020. Kenaikan inflasi terjadi di hampir seluruh kelompok barang dan jasa yang disebabkan oleh kenaikan harga global di tengah meningkatnya permintaan yang diperkirakan masih akan berlanjut selama Puasa dan Lebaran.
"Kenaikan inflasi inti mencerminkan meningkatnya permintaan domestik seiring dengan pemulihan daya beli masyarakat," kata dia.
Inflasi Pangan
Inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) meningkat signifikan ke 3,25 persen (yoy) dari posisi Februari, 1,81 persen. Peningkatan ini terkait persediaan komoditas bahan pangan khususnya hortikultura akibat faktor cuaca, penyesuaian kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng, serta peningkatan harga komoditas pangan global.
“Inflasi volatile food akan dijaga agar dapat bergerak pada kisaran 3 persen - 5 persen. Pemerintah terus berupaya memastikan ketersediaan pasokan hingga ke daerah, terutama menjelang Puasa dan Lebaran untuk menjaga stabilitas harga”, lanjut Febrio.
Inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price) pada Maret 2022 meningkat menjadi 3,06 persen (yoy) dari posisi pada Februari: 2,34 persen. Kenaikan administered price terutama terkait kenaikan harga komoditas energi non-subsidi, meningkatnya mobilitas masyarakat, yang juga tercermin pada kenaikan tarif angkutan udara.
Febrio mengatakan Pemerintah terus berhati-hati dalam melakukan kebijakan pengelolaan administered price dalam masa pemulihan ekonomi. Terutama di tengah kondisi harga minyak mentah yang masih tinggi. Bantalan perlindungan sosial oleh pemerintah juga tetap disiapkan untuk membantu masyarakat rentan dan miskin dengan alokasi anggaran mencapai Rp 431,5 triliun di tahun 2022.
“Berbagai kebijakan ditempuh untuk menjaga stabilitas harga dengan tetap fokus pada pemulihan ekonomi nasional. Mitigasi risiko juga akan dilakukan untuk mengatasi dampak tekanan kenaikan harga global terutama untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok miskin dan rentan. Sinergi komunikasi antar stakeholders terkait baik di pusat dan daerah juga terus diperkuat untuk menjaga ekspektasi inflasi masyarakat”, tutup Febrio.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement