Liputan6.com, Jakarta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengajak generasi milenial maupun bagi generasi Z atau Gen Z untuk bersama-sama membantu Indonesia melepaskan diri dari jebakan negara pendapatan kelas menengah atau middle income trap.
Hal ini mengingat, mayoritas populasi penduduk Indonesia akan dikuasai oleh generasi milenial dan generasi Z.
Baca Juga
"Apalagi dalam bebrapa tahun ke depan Indonesia akan menghadapi bonus demografi. Kita ketahui, bonus demografi ini 70 persen populasi kita nanti diisi Gen z dan milenial," ujarnya dalam acara Webinar bertajuk Pekan Milenial Naik Kelas, Selasa (5/4).
Advertisement
Untuk mewujudkan starategi tinggi tersebut, generasi milenial dan Gen Z dituntut untuk mampu mengembangkan ketrampilan diri. Khususnya terkait dengan kemampuan terkait teknologi dan digitalisasi.
Sebab, lanjut Erick, lapangan pekerjaan di masa depan akan lebih banyak diisi oleh sektor-sektor terkait teknologi dan digitalisasi. Antara lain perusahaan rintisan atau startup, health tech, edu tech, programer dan lainnya.
"Bahkan, sekarang sudah masuk era metaverse," imbuhnya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kerek Tingkat Pendapatan
Menurutnya, dengan bekerja di perusahaan berbasis teknologi dan digitalisasi tersebut akan mengerek tingkat pendapatan daripada lapangan kerja yang tersedia saat ini. "Kita tahu banyak perusahaan rintisan yang memiliki nilai valuasi begitu besar," tekannya.
Maka dari itu, Erick meminta generasi milenial dan Gen Z untuk terus mengasah kemampuan untuk mengoperasikan teknologi dan digital secara baik. Mengingat, tren pemanfaatan digital diprediksi akan terus mengalami pertumbuhan.
"Hal ini agar para generasi muda dapat mendorong kemajuan bangsa kita. Agar tidak terjebak dalam kondisi middle income trap," tutupnya.
Â
Advertisement
Indonesia Bisa Terjebak Middle Income Trap Bila Tak Beralih ke Ekonomi Hijau
Pengusaha di Indonesia diharapkan mau menjemput ekonomi hijau, dan tidak terjebak dalam pola business as usual. Jika tidak, Indonesia bakal terus terjebak dalam perangkap negara kelas menengah (middle income trap) hingga 2045.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan, pihaknya sudah coba membuat proyeksi bagaimana proses bila tidak melakukan perubahan-perubahan pola bisnis dari konservatif menuju green economy.
"Bila kita masih business as usual, tentunya emisi GRK kita makin lama makin meningkat. Meskipun intensitas emisi gas rumah kaca kita menurun, tapi ini kelihatannya proyeksi emisi kita akan sangat banyak didominasi oleh sektor energi. Ini perlu kita sikapi dengan baik," imbuhnya dalam sesi webinar, Kamis (6/1/2022).
Tingginya emisi gas rumah kaca (GRK) lantas akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Bila itu terjadi, Medrilzam memprediksi pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan terjebak di kisaran 4 persen per tahun hingga 2060.
"Dari hasil proyeksi, apabila kita masih business as usual, kelihatannya target visi 2045 (keluar dari middle income trap) yang dicanangkan oleh pak Presiden kelihatannya tidak akan tercapai," ujar dia.
Middle Income Trap
"Terutama pada pendapatan per kapita kelihatannya tidak akan tercapai di level USD 12-13 ribu. Ini sebenarnya level di mana kita bisa lepas dari middle income trap. Kalau kita masih business as usual, pola-polanya tidak akan tercapai seperti apa yang sudah kita rencanakan sebelumnya," tuturnya.
Dengan pola business as usual, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Indonesia berkisar 5 persen per tahun. Otomatis, Indonesia masih bakal terkurung dalam middle income trap hingga 2045.
Oleh karenanya, Medrilzam ingin adanya strategi transformasi ekonomi untuk mencapai LPE yang lebih tinggi dari business as usual, agar visi Indonesia Maju 2045 bisa benar-benar tercapai.
"Ekonomi hijau dan rendah karbon adalah salah satu strategi utama yang telah didapuk Presiden Jokowi untuk mewujudkan transformasi ekonomi jangka menengah-panjang, yang dicapai melalui framework pembangunan rendah karbon," paparnya.
Â
Advertisement