Sukses

Penetrasi Perbankan Syariah Indonesia Masih Rendah, BSI Diharap jadi Solusi

Keputusan pemerintah untuk melakukan merger atau penggabungan tiga bank Himbara, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah menjadi BSI dinilai Tepat

Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah untuk melakukan merger atau penggabungan tiga bank Himbara, yakni PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI )dinilai tepat

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk Banjaran Surya Indrastomo menyebut, kehadiran BSI akan meningkatkan penetrasi perbankan syariah di Indonesia yang masih rendah. Mengingat, pasca merger BSI menjadi bank syariah dengan jaringan yang luas dan nilai aset yang besar untuk mendukung operasional bisnis.

"Ini alasan dari bagaimana pemerintah bergerak untuk mendorong merger dari bank syariah anak usaha bumn. Sehinga secara permodalan lebih kuat, secara jaringan lebih besar, aset pun meningkat dan akan mendorong penetrasi syariah," katanya dalam Webinar Gebyar Safari Ramadan di Jakarta, Rabu (6/4).

Diakuinya, merger saja tidak cukup untuk mendongkrak penetrasi perbankan syariah di Tanah Air. Tercatat di akhir tahun 2020 lalu penetrasi bank Syariah di Indonesia baru sekitar 6,51 persen atau masih di bawah 7 persen, dibandingkan dengan Malaysia penetrasinya sudah hampir 30 persen.

Untuk itu, dia menilai edukasi literasi dan inklusi keuangan syariah juga diperlukan untuk mengoptimalkan penetrasi perbankan syariah. Selain itu, penguatan infrastruktur IT dan Digital Channel juga penting dilakukan untuk menarik minat nasabah.

"Di mana, IT Infrastruktur dan Digital Channel bank syariah belum sekuat perbankan konvensional," tutupnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Penetrasi Perbankan Syariah Indonesia Kalah Jauh Dibandingkan Malaysia

Sebelumnya, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk mengakui penetrasi industri perbankan berbasis syariah di Indonesia masih rendah. Tercatat di akhir tahun 2020 lalu penetrasi bank syariah di Indonesia baru sekitar 6,51 persen atau masih di bawah 7 persen. Angka ini jauh dibandingkan dengan Malaysia yang penetrasinya sudah hampir 30 persen.

Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo mencatat, setidaknya ada empat faktor penyebab rendahnya tingkat penetrasi perbankan syariah di Tanah Air. Pertama, ialah jaringan.

"Kita lihat layanan syariah ini versus jumlah penduduk 1 berbanding 101.426 ribu orang," ujarnya dalam Webinar Gebyar Safari Ramadan di Jakarta, Rabu (6/4).

Kedua, rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah juga menjadi faktor minimnya penetrasi perbankan syariah. Ketiga, infrastruktur IT dan Digital Channel. "Ini berbagai layanan digital juga terus kita dorong," ujarnya.

Keempat yaitu permodalan. Hal ini menyebabkan ekspansi bisnis yang dilakukan oleh perbankan syariah masih terbatas.

 

3 dari 3 halaman

Produk Keuangan Syariah Kian Digemari Warga Nonmuslim

Produk keuangan syariah kian digemari oleh semua lapisan masyarakat. Termasuk, dari para pemeluk agama selain Islam atau nonmuslim.

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito menyatakan, fenomena tersebut muncul lantaran adanya kesepahaman bersama terkait manfaat yang diperoleh nasabah. Yakni, lebih memberikan keadilan dibandingkan produk keuangan konvensional.

Selain itu, kinerja keuangan syariah juga dinilai lebih resiliensi atau tahan banting saat krisis pandemi Covid-19. Meski begitu, dia tidak merinci sejumlah indikator catatan positif atas kinerja keuangan syariah.

"Saya sampaikan bahwa keuangan syariah itu banyak yang mengatakan lebih tahan terhadap krisis, lebih memberikan keadilan. Oleh karena itu, di masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim itu dan juga saudara-saudara kita yang non-Muslim itu suka dan bener menghayati keuangan syariah baik, bahkan lebih baik dari yang konvensional," ujarnya dalam Webinar Gebyar Safari Ramadan di Jakarta, Rabu (6/4).

Sarjito menilai momentum emas ini perlu terus dipertahankan oleh pelaku usaha terkait. Antara lain dengan terus memperkuat sisi perlindungan konsumen berbagai layanan produk keuangan syariah.

"Oleh karena itu, sampaikan sesuai dengan faktanya, kita tidak boleh menceritakan hal yang tidak sesuai dengan faktanya. Ini agar keuangan syaria itu benar-benar menjadi pilihan masyarakat yang mayoritas muslim dan saudara kita yang nonmuslim," tutupnya.