Liputan6.com, Jakarta Pertamina resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax pada 1 April 2022 lalu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menilai kenaikan harga Pertamax memang sudah tidak pilihan bagi pemerintah untuk menahan lebih lama harga BBM. Sebab harga minyak dunia telah melebihi asumsi yang ditetapkan dalam APBN. Bila terus dipertahankan, maka beban APBN untuk subsidi semakin bengkak.
Baca Juga
"Khusus BBM ini dilematis, kalau tidak dinaikkan APBN ini akan tergerus. Kalau dinaikkan tidak menguntungkan juga," kata Hariyadi dalam webinar bertajuk: Harga Kian Mahal: Recovery Terganggu?, Jakarta, Kamis (7/4).
Advertisement
Kenaikan Pertamax juga dilakukan dalam momen yang tidak menguntungkan. Saat masyarakat Indonesia sebagian besar menjalani ibadah puasa yang biasanya tingkat konsumsi meningkat. Tak heran terjadi kegaduhan di tingkat publik. Kenaikan inflasi diperkirakan akan meningkat lebih tajam ketimbang secara historisnya.
"Ini karena bulan Ramadhan, jadi secara historis pasti akan ada inflasi," kata dia.
Di sisi lain, kenaikan Pertamax juga diiringi dengan hilangnya Pertalite lapangan. Publik pun makin geram karena mau tak mau terpaksa membeli Pertamax yang kini harganya sudah Rp 12.500 per liter dari sebelumnya hanya sekitar Rp 9.000-an per liter.
Hariyadi mengaku tidak kaget dengan hilangnya Pertalite di masyarakat. Alasannya selama terjadi disparitas harga yang jauh, maka produk yang harganya lebih murah pasti akan hilang di pasaran. Hal ini juga yang sempat dan masih terjadi dalam permasalahan minyak goreng.
"Selama ada disparitas harga (BBM), pasti akan seperti itu, minyak goreng juga (sama)," katanya.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Subsidi
Dari sudut pandang objektif, kata Hariyadi bila negara terlalu besar memberikan subsidi juga kurang baik dan akan menimbulkan masalah selanjutnya.
Sehingga jalan tengahnya mengembalikan harga BBM sesuai nilai keekonomiannya. Cara ini mau tak mau akan membuat masyarakat melakukan penyesuaian dengan berhemat.
"Kalau dikembalikan posisi realitas, masyarakat ini akan di-trigger untuk berhemat. Ini akan ramai terus," kata dia.
Dia menambahkan, sebenarnya cara yang sama pernah dilakukan oleh Jusuf Kalla saat menjadi Wakil Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu dia mengkonversikan penggunaan minyak tanah ke gas LPG. Memang menuai kontroversi, namun akan berjalan setelahnya ketika masyarakat sudah menyesuaikan diri.
Hanya saja, menurut Hariyadi, momen yang dipilih pemerintahan Jokowi saat ini kurang tepat. Kenaikan harga ditengah masyarakat yang menjalani ibadah puasa.
"Ini tidak enaknya karena pas Ramadan tapi kita tidak bisa menghindari. Dari sisi sektor riil memang harus ada penyesuaian, tapi semua ini kembali lagi ke strategi. Kalau tidak dilakukan adjustment ini akan bermasalah lagi," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Penjualan Pertamax dan Solar Diperkirakan Turun Saat Ramadhan
PT Pertamina (Persero) memperkirakan penjualan Pertamax akan mengalami penurunan sebanyak 15 persen ke 18.251 kiloliter (kl) per hari pada saat Ramadhan 2022. Tidak hanya Pertamax, penjualan solar juga diperkirakan turun sebanyak 5 persen menjadi 41.452 kl per hari.
"Solar memang turun 5 persen namun ini juga di luar kebiasaan. Biasanya menjelang Lebaran turun 10 persen," kata Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina, Alfian Nasution dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Alfian mengatakan, penurunan konsumsi tersebut disebabkan oleh menurunnya operasional truk dan industri jelang Lebaran. "Melihat tingginya aktivitas kendaraan atau logistik saat ini, di mana kita telah over 11 persen kami memprediksikan hanya turun 5 persen ketika truk-truk maupun industri tidak beroperasi lagi," jelasnya.
Sementara itu, penggunaan Pertalite akan melonjak saat periode Ramadhan dan Idul Fitri. Penjualan Pertalite diperkirakan meningkat sebanyak 11 persen dari 73.180 kl per hari menjadi 81.406 kl per hari.
Alfian menambahkan, secara keseluruhan kondisi pasokan BBM dan LPG saat ini aman. Adapun pasokan Pertalite cukup hingga 16,5 hari, Pertamax hingga 37 hari dan Pertamax Turbo hingga 61 hari. Kemudian, LPG 16,3 hari dan avtur 33 hari.
"Secara umum kondisi stok saat ini adalah aman," tandas dia.
Reporter:Â Anggun P Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Pertalite Aman
PT Pertamina (Persero) telah menaikan harga BBM dengan nilai oktan (RON) 92 atau Pertamax menjadi Rp 12.500-13.000 per liter. Akibat kenaikan itu, dikabarkan banyak pengguna yang migrasi ke Pertalite, sehingga menyebabkan kekosongan stok di sejumlah SPBU.
Namun, pihak manajemen PT Pertamina (Persero) memastikan ketersediaan Pertalite di seluruh stasiun pengisian kini masih mencukupi, setidaknya untuk hitungan 20 hari ke depan.
"Intinya adalah aman, kira-kira adalah 20 hari. Itu bukan berarti 20 hari ke depan akan kosong. Setiap hari kita maintain segitu volumenya," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman kepada Liputan6.com, Selasa (5/4/2022).
Fajriyah mengatakan, Pertamina bakal terus memonitor volume penjualan Pertalite. Perseroan pun akan terus menjamin penyalurannya sesuai waktu dan sasaran. Sehingga stok Pertalite bakal terus surplus 20 hari.
"Let's say dalam 1 hari kita butuh 50 ribu kl Pertalite. Kalau 20 hari ya dikali aja, jadi 1 juta KL yang selalu ada setiap harinya. Itu kita maintain segitu. Walaupun yang kita jual mungkin hanya sekitar 500 ribu kl saja," terangnya.
Advertisement