Sukses

Pedagang Pasar Masih Keluhkan Minyak Goreng Curah Langka dan Mahal

Saat ini stok yang tersedia merupakan minyak goreng kemasan. Namun kondisi yang sama tidak berlaku pada stok minyak goreng curah.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mengungkapkan, stok minyak goreng curah di pasaran saat ini langka dan sulit didapatkan masyarakat. Hal itu disebabkan distribusi tangki minyak goreng curah yang mulai jarang.

Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, mengakui jika saat ini stok yang tersedia merupakan minyak goreng kemasan. Namun kondisi yang sama tidak berlaku pada stok minyak goreng curah.

"Soal stok minyak goreng curah dan kemasan memang yang banyak di pasaran itu ialah kemasan, untuk curah sendiri terbilang jarang bahkan yang biasanya 1 minggu 3-4 kali pengiriman tangki. Untuk saat ini menjadi 1 minggu satu kali," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (8/4/2022).

Dia menegaskan, stok minyak goreng curah saat ini semakin lama semakin hilang di pasaran. Hal itu berimbas pada naikknya harga minyak goreng curah rata-rata diangka Rp 19 - 20 ribu per liter.

"Untuk permintaan tentu didominasi curah karena yang kemasan sudah jauh diatas yang kita harapkan, ada yang Rp 23 ribu, Rp 24 ribu, bahkan tertinggi di Indonesia Timur Rp 35 ribu per liter," ujarnya.

 

2 dari 4 halaman

Kemendag Jamin Stok Aman

Namun, berbeda dengan pernyataan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang menyebut stok minyak goreng aman saat musim Ramadhan 2022, dengan harga yang juga terjangkau.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, hari-harinya kini banyak dihabiskan di pasar untuk mengecek langsung ketersediaan minyak goreng.

Dari hasil penelusurannya tersebut, ia memastikan stok minyak goreng di pasar sudah sangat mencukupi hingga memasuki bulan Ramadhan.

"Saya melihat memang stok itu sekarang banyak. Melimpah ya. Jadi saya kemarin di Garut, Palembang, enggak pernah langka. Yang saya lihat ya, yang saya datengi pasarnya," ungkapnya.

Lanjut, Reynaldi, untuk kondisi pangan juga penting caranya agar Pemerintah mempersiapkan ketersediaan agar dapat terdistribusi di seluruh pasar.

Tak hanya untuk komoditas minyak goreng, tapi misalnya untuk menekan laju kenaikan harga, dan seperti cabe rawit yang sudah memasuki panen raya, tentu harus terdistribusi secara merata di seluruh pasar, tidak hanya di sentra cabe saja. Melainkan harus juga dibawa ke luar daerah untuk memenuhi stok dalam negeri.

3 dari 4 halaman

Harga Bahan Pokok Serba Naik, Siap-Siap Ekonomi Loyo

Harga kebutuhan pokok yang melonjak tajam dikhawatirkan bakal meningkatkan inflasi. Apalagi, pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga listrik di bulan Ramadhan ini.

Kondisi ini tentu terasa berat bagi masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah puasanya dengan hikmat, namun dibayangi harga-harga kebutuhan pokok yang begitu tinggi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, menjelang ramadhan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Menurut BPS, inflasi Maret 2022 merupakan tertinggi sejak Mei 2019.

Sedangkan secara tahunan, inflasi pada Maret 2022 mencapai 2,64 persen (year-on-year/yoy) dan secara tahun berjalan mencapai 1,20 persen (year-to-date/ytd).

Adapun tiga penyumbang terbesar inflasi Maret 2022 berdasarkan kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, serta perawatan pribadi dan jasa lainnya. Kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,47 persen (mtm) dan memberikan andil terhadap inflasi sebesar 0,38 persen.

Kepala BPS, Margo Yuwono menyampaikan pada April ini inflasi diperkirakan bakal meningkat karena dipicu oleh beberapa hal yang berpotensi akan menggerakkan tingkat inflasi.

“Ada demand yang polanya meningkat di bulan Puasa atau Lebaran sedangkan di sisi lain ada kebijakan pemerintah yang berpotensi untuk terjadinya inflasi. April ini dugaan saya tinggi (inflasi), karena ada banyak tekanan dari faktor eksternal,” jelas Margo dalam diskusi Infobank bertema 'Harga Kian Mahal, Recovery Terganggu?', Kamis (7/4/2022).

Dirinya mengungkapkan, momentum bulan Puasa dan menjelang Idul Fitri turut mendorong permintaan beberapa bahan pokok. BPS sendiri mencatat terdapat peningkatan harga pada cabai merah, minyak goreng, dan telur ayam ras di Maret. Kemudian, bahan bakar rumah tangga dan emas perhiasan juga menjadi beberapa komoditas yang menyumbang inflasi.

Ditambah lagi dari sisi kebijakan, pemerintah sendiri telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang berpotensi meningkatkan inflasi sejak Januari lalu. Kebijakan tersebut antara lain adalah penyesuaian harga LPG pada 27 Februari 2022.

Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax per 1 April 2022, dan penyesuaian PPN menjadi 11 persen di 1 April 2022. Hal demikian turut mendorong tingkat inflasi di bulan April ini. Bahkan tak menutup kemungkinan inflasi hingga akhir tahun juga ikut terdampak.

 

4 dari 4 halaman

Harus Segera Diantisipasi

Margo pun mengatakan, potensi peningkatan inflasi yang tinggi harus segera diantisipasi. Menurutnya ada beberapa dampak dan bahaya yang bisa timbul dari peningkatan inflasi yang tidak terkendali. Pertama adalah dampak pada penurunan daya beli masyarakat. Konsumsi rumah tangga saat ini memiliki share terbesar dari total PDB Indonesia. Hal ini tentu dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tengah masuk masa pemulihan.

Kedua, inflasi yang tinggi di bahan pangan akan membebani masyarakat menengah bawah. Ketiga, inflasi yang tidak terkendali dalam jangka panjang akan menambah angka kemiskinan yang ada.

Apalagi sebuah lembaga yakni Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksikan tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.

Keempat, inflasi yang tinggi terjadi akan menganggu kinerja mitra dagang yang akhirnya mengurangi output perekonomian.

Hal ini disebabkan oleh bertambahnya beban biaya produksi. Kelima dan terakhir adalah berkurangnya output perekonomian akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang akan menambah tingkat pengangguran.

Untuk itu, kelima dampak ini harus bida dihindari sebisa mungkin dengan menjaga angka inflasi tetap stabil. “Tentu saja kita tidak ingin inflasi ini berlanjut karena dampaknya bisa meluas kemana-mana,” ucap Margo.

Senada dengan Margo, Ekonom senior Faisal Basri pun menyampaikan, tingkat inflasi yang tinggi akibat lonjakan harga pangan akan membuat angka kemiskinan cenderung meningkat. Bahkan, kata dia, jumlah orang miskin diproyeksikan akan kembali double digit dari posisi saat ini, single digit.

"Akan ada legacy (warisan) yang hilang kalau inflasi tinggi jumlah orang miskin akan double digit lagi. Padahal, Pak Jokowi ingin hilangkan angka kemiskinan," tegas Faisal.