Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 354.740 orang telah menerima bantuan tunai pedagang kaki lima dan warung (BTPKLW) tercatat dalam kurun waktu satu bulan.
“Program BTPKLW yang ada di Polri ini sudah mulai disalurkan Tahun 2022, ini mulai 15 Maret yang lalu. Penyaluran perdananya di Labuan Bajo, dan saat ini yang sudah tersalurkan sebanyak 354.740 (penerima),” kata Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dalam konferensi pers BLT Minyak goreng, Kamis (8/4/2022).
Dia menjelaskan, untuk program BTPKLW pada tahun 2022 sebenarnya sudah mulai dilakukan penyaluran, diluar program BLT minyak goreng.
Advertisement
BTPKLW sudah disalurkan pada 2021 yang dilakukan TNI Polri menggunakan sistem aplikasi berupa mobile apps.
Untuk yang TNI adalah sistem aplikasi BTPKLW dari Telkom dan untuk Polri menggunakan untuk menggunakan sistem aplikasi Puskeu presisi.
Terbaru, Presiden Joko Widodo, akan memberikan Bantuan Langsung Tunai atau BLT minyak goreng (migor) kepada 23 juta penerima. Masing-masing akan mendapatkan Rp 100 ribu per bulan, yang akan diberikan sekaligus untuk 3 bulan.
Bantuan tersebut akan diberikan kepada 20,5 juta penerima program bantuan sosial pemerintah. Sisanya 2,5 juta untuk pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan gorengan.
Susiwijono, menjelaskan, untuk BLT minyak goreng yang masuk di dalam program rumpun BTPKLW, saat ini telah masuk dalam tahap rapat koordinasi teknis untuk menyesuaikan dan melakukan revisi dokumen-dokumen teknis, administrasi, mulai pedoman umum petunjuk teknis, dan juga dokumen dengan pelanggaran.
Setelah dilakukan rapat koordinasi, penyaluran BLT minyak goreng ditargetkan minggu depan berlangsung.
Dia pun berharap program BLT minyak goreng mulai bisa disalurkan oleh TNI dan Polri masing-masing sebanyak 257 kabupaten kota, sehingga totalnya ada 514 kabupaten kota.
“Mudah-mudahan dengan program BLT minyak goreng ini diharapkan akan mampu menjaga daya beli dan mengurangi beban masyarakat, terutama yang terkait dengan kebutuhan pangan sehari-hari khususnya kebutuhan minyak goreng,” pungkasnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Awas! BLT Minyak Goreng Rentan Dikorupsi dan Tak Tepat Sasaran
Pemberian Bantuan Langsung Tunai atau BLT minyak goreng oleh pemerintah dinilai tidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Tak hanya itu, bantuan jenis ini rentan kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor.
Hal tersebut diungkapkan Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita menanggapi adanya BLT minyak goreng yang bakal disebar pemerintah.
"Namun masalahnya, berbagai penelitian menunjukan bahwa Conditional Cash Transfer atau bantuan langsung tunai tidak berkorelasi dengan peningkatan taraf hidup masyarakat, pun seringkali kurang tepat sasaran, dan sangat rentan dari aksi garong para koruptor. Masih ingat dana bansos yang disosor mantan Mensos beberapa waktu lalu kan?," jelas Ronny dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).
Selain itu, BLT minyak goreng justru akan bertentangan dengan jurus kambing hitam pemerintah tempo hari. Jika memang ada mafia minyak goreng, walaupun faktanya justru tidak ada mafia yang didakwa, dana BLT minyak goreng untuk 20 jutaan masyarakat plus 2,5 juta pedagang gorengan akan pindah ke saku mafia tersebut melalui mekanisme harga pasar.
"Jadi aneh toh! Pemerintah menyalahkan mafia, tapi justru dengan BLT Minyak Goreng pemerintah malah memanjakan mafia yang telah dituduh memainkan harga selama ini," ujarnya.
Namanya saja BLT minyak goreng, gunanya pastinya untuk mensubstitusi kelebihan bayar masyarakat atas harga minyak goreng yang mahal.
Dengan kata lain, BLT minyak goreng adalah jurus halus pemerintah untuk menyenangkan para mafia minyak goreng yang digadang-gadang oleh menteri perdagangan sebagai biang kerok kenaikan harga dan kelangkaan supply.
"Melalui perantara 20 jutaan masyarakat dan 2,5 juta pengasong penerima BLT. Bukankah menjadi sangat absurd?" ungkapnya.
Advertisement
Daya Beli Masyarakat Sudah Tergerus
Boleh jadi sebagian besar masyarakat penerima BLT minyak goreng tak menyadari dan merasa bahwa BLT adalah berkah Ramadhan.
Namun faktanya jauh hari sebelum BLT minyak goreng ada, daya beli masyarakat sudah tergerus beberapa ribu perak dari setiap kilogram pembelian minyak goreng.
Menurutnya, mensubstitusinya dengan BLT minyak goreng tidak berarti daya beli masyarakat atas minyak goreng akan pulih.
Tiga bulan BLT tak akan cukup untuk mensubstitusi pengikisan daya beli minyak goreng masyarakat yang sudah terjadi sejak beberapa bulan jelang akhir tahun 2021 lalu.
Tak hanya itu, BLT minyak goreng sangat tidak cukup untuk menghadapi potensi pengikisan daya beli lebih lanjut dari kemungkinan situasi normal baru minyak goreng di bulan-bulan mendatang jika harga tak turun-turun.
"Lantas mengapa memilih BLT atau Cash Transfer? Apakah pemerintah memang ingin menolong rakyat? Boleh jadi narasinya demikian," ujar Ronny.
Tapi secara teoritis, BLT minyak goreng (tiga bulan) hanya akan menyelamatkan performa matematis perekonomian nasional kuartal satu dan dua tahun ini, yakni mempertahankan data kontribusi konsumsi rumah tangga pada PDB nasional, sebagai keberlanjutan performa ekonomi kuartal empat (akhir) tahun lalu yang digadang-gadang sudah membaik.
Artinya, pemerintah hanya ingin menyelamatkan muka saja, terutama di mata para anggota G20 dan para kreditor plus calon kreditor yang akan memegang surat utang pemerintah.
"Saya yakin bahwa masyarakat pasti pesimis dengan angka BLT minyak goreng Rp. 300 ribu itu jika dimaksudkan untuk keluar dari kesulitan ekonomi. Namun demikian, masyarakat tentu saja akan sangat terhibur menerimanya, meskipun akan dikembalikan lagi kepada para mafia-mafia minyak goreng versi pemerintah tersebut," katanya.
"Apakah masalah selesai? Boleh jadi iya karena masyarakat akhirnya terhibur dengan uang cash Rp. 300ribu, mafia jadi-jadian versi Menteri Perdagangan tetap dapat cuan dari harga pasar. Semuanya senang toh. Namun apakah berhasil mengatasi tingginya harga minyak goreng? Jelas tidak jawabannya. Justru kebijakan BLT minyak goreng membuat peta besar kebijakan minyak goreng nasional menjadi semakin absurd," tambahnya.