Liputan6.com, Jakarta Masalah minyak goreng di dalam negeri hingga kini belum juga usai. Sebelumnya harga minyak goreng selangit dan membuat konsumen, terutama ibu rumah tangga, menjerit. Pemerintah mengambil alih dengan mengatur melalui harga eceran tertinggi (HET).
Bukannya ampuh, aturan HET justru membuat minyak goreng langka di pasar. Warga pun berduyun-duyun mendatangi operasi pasar yang rajin digelar banyak pihak tapi itu pun dibatasi pembeliannya.
Baca Juga
Akhirnya pemerintah menyerah membiarkan harga minyak goreng kemasan mengacu pada mekanisme pasar saja. Hanya minyak goreng curah yang masih diatur dengan HET sebesar Rp 14.000 per liter.
Advertisement
Keputusan ini merupakan hasil rembukan rapat terbatas para menteri bersama Presiden Joko Widodo pada Selasa (15/3/2022) lalu. Hasilnya diumumkan langsung Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
Namun, timbul masalah baru yaitu minyak goreng curah dinilai masih langka dibeberapa daerah. Hal itu pun menarik perhatian beberapa pejabat di daerah, berikut kompilasi pejabat daerah yang complain soal minyak goreng.
1. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo
Dikutip dari Instagram resmi Gubernur Jawa Tengah @ganjar_pranowo, membagikan momen kunjungannya ke pasar. Dalam kunjungannya, ternyata jatah minyak goreng untuk Jawa Tengah yang harusnya dikirim pada 3 April tapi pada tanggal 6 April juga belum diterima.
“Sampai hari ini ternyata jatah minyak goreng untuk Jateng belum juga kita terima. Jadwal semula datang tanggal 3 April dengan jumlah 3000 ton, tapi sampai sekarang barangnya belum ada,” kata Ganjar.
Adapun dua perusahaan yang Ganjar sidak hari ini di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang belum juga ada kejelasan.
“Saya harap jangan ada yang main-main. Akan saya kejar terus sampai tuntas persoalan minyak goreng ini!,” ucapnya.
Lantaran, harga minyak goreng curah di pasar Jawa Tengah sudah tembus diangka Rp. 20.000 - 22.000 per liter. Dimana, pedagang membeli dari seseorang tangan ke 3 atau ke empat. Jadi, tidak ada harga migor Rp. 14.000 per liter di tangan pedagang apalagi konsumen.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
2. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
Sama halnya dengan Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memberikan solusi bagi masyarakat Jawa Barat yang kesulitan mendapatkan minyak goreng curah.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencoba meringankan beban masyarakat dengan cara warga via Ketua RW bisa memesan minyak goreng curah melalui aplikasi “Sapawarga”.
“Di sana ada fitur “Pemirsa Budiman = Pesan Minyak Goreng Via Sapawarga untuk Ibu-Ibu di mana-mana”,” tulis @ridwankamil diakun instagram pribadinya.
Lebih lanjut, kata Gubernur Jawa Barat ini, nantinya warga hanya membayar harga eceran tertinggi Rp 14.000/liter atau Rp 15.500/kg.
Sementara biaya kirim ke rumah ditanggung oleh Pemprov Jawa Barat. Sistem ini tadi di rilis di Pasar Sawangan Depok bersama Walikota Depok @idrisashomad dan Walikota Bogor @bimaaryasugiarto
“Semoga inovasi ini meringankan beban ibu-ibu, sehingga tidak usah mengantri lagi, cukup tunggu di rumah atau ambil di rumah ketua RW. RW cukup Cash On Delivery (COD) saat barang datang. Silakan kontak RW masing-masing dan manfaatkan kemudahan ini,” kata Ridwan Kamil.
Sistem ini hanya berlaku selama beberap bulan, sampai sistem distribusi lancar dan tidak ada antrian-antrian yang mengular lagi.
Advertisement
3. Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto, membagikan video melalui akun Instagram pribadinya mengenai hasil tinjauannya ke depo minyak goreng di kedungjaya, Bogor. Disana, dia berdialog dengan pengelola depo dan warga yang sedang antri minyak goreng curah.
“Kemarin saya cek depo minyak goreng di kedungjaya. Dialog dengan pengelola depo dan warga yang sedang antri minyak goreng curah. Penjual Minyak Goreng dan Pedagang makanan gorengan memang sangat terdampak. Volume pembelian yang dibatasi membuat pendapatan anjlok,” tulis Bima.
Selain itu, kapasitas suplai minyak goreng curah masih terbatas dari pabrik, namun pembagiannya diatur supaya maksimal. Industri skala kecil dan pedagang makanan jadi prioritas. Usaha harus terus berjalan. Pedagang eceran tetap dapat kuota dengan jumlah yang wajar.
“Persoalan memang dari hulu. Pemkot akan terus monitor distribusi di lapangan,” ucapnya.