Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada perdagangan Senin atau Selasa pagi waktu Jakarta. Penurunan harga minyak ini sampai level terendah sejak Februari dan menuju penurunan dua pekan berturut-turut.
Harga minyak mengalami tekanan selama hampir dua pekan karena adanya penguncian di China. Langkah tersebut memicu kekhawatiran bahwa terjadi penurunan permintaan minyak di pasar global. Seperti diketahui, China merupakan salah satu importir minyak terbesar dunia.
Baca Juga
Mengutip CNBC, Selasa (12/4/2022), harga minyak Brent yang menjadi patokan internasional turun 4,18 persen dan mengakhiri sesi di USD 98,48 per barel. Ini adalah pertaakalinya harga minyak menetap di bawah USD 100 sejak 16 Maret.
Advertisement
Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate turun 4,04 persen menjadi menetap di USD 94,29 per barel. Selama sesi, kontrak diperdagangkan terendah di USD 92,93 per barel. Harga yang tidak pernah dilalui sejak 25 Februari.
"Penyebaran Covid-19 di China adalah sentimen paling bearish yang mempengaruhi pasar minyak," kata Presiden Lipow Oil Associates, Andy Lipow.
“Jika Covid menyebar ke seluruh China yang mengakibatkan sejumlah besar penguncian, dampaknya pada pasar minyak bisa sangat besar.” tambah dia.
Menurut Lipow, China adalah importir minyak terbesar di dunia, dan wilayah Shanghai mengkonsumsi sekitar 4 persen dari minyak mentah di negara tersebut.
Potensi pukulan terhadap permintaan menjadi yang utama saat ini. Sebelumnya, pukulan terjadi dari sisi penawaran karena adanya perang Rusia. Negara tersebut adalah produsen dan eksportir minyak dan gas utama.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Produksi Minyak
Pada pekan lalu, Badan Energi Internasional mengumumkan bahwa negara-negara anggotanya akan melepaskan 120 juta barel cadangan darurat minyak mentah. Di mana cadangan tersebut sebesar 60 juta barel akan berasal dari AS.
Pengumuman itu menyusul pemerintahan Presiden AS Joe Biden yang mengatakan akan melepaskan 180 juta barel dari cadangan minyak strategis dalam upaya menekan kenaikan harga.
Harga minyak WTI turun 1 persen pada minggu lalu sementara harga minyak mentah Brent turun 1,5 persen. Kedua kontrak minyak tersebut membukukan penurunan mingguan keempat dalam lima pekan terakhir.
Harga minyak dunia menjalani gelombang yang berat seperti roller-coaster sejak Rusia menginvasi Ukraina. WTI sempat diperdagangkan hingga USD 130,50 per barel pada 7 Maret, level tertinggi sejak Juli 2008. Kontrak minyak tersebut telah jatuh hampir 30 persen sejak itu.
Sementara Brent melonjak ke USD 139,13 per barel di bulan Maret.
Advertisement
Lindung Nilai
Para pelaku pasar mengaitkan perubahan liar harga minyak dengan pelaku pasar non-energi yang bertukar kontrak sebagai cara untuk melakukan lindung nilai terhadap inflasi.
Namun, Wall Street dengan cepat menunjukkan bahwa memanfaatkan stok minyak darurat akan mengurangi lonjakan harga dalam waktu dekat, tetapi tidak mengatasi masalah mendasar di pasar.
"Beberapa dari kenaikan harga minyak disebabkan oleh sanksi dari pembeli minyak mentah Rusia — baik karena takut akan sanksi di masa depan atau karena alasan reputasi — akan mereda,” tulis UBS dalam rilis darurat.
"Tapi itu tidak akan memperbaiki ketidakseimbangan struktural pasar minyak akibat kurangnya investasi selama bertahun-tahun pada saat pemulihan permintaan global," tambah perusahaan itu.