Liputan6.com, Jakarta - Pada perdagangan Selasa (12/4/2022) Rupiah stagnan walaupun sebelumnya sempat menguat 7 poin di level Rp 14.365. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya rupiah berada di posisi 14.363.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah masih berpotensi melemah pada perdagangan Rabu, 13 April 2022.
Baca Juga
“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.350 hingga Rp 14.380,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Selasa (12/4/2022).
Advertisement
Secara internal hal tersebut dipengaruhi respon pertama pada waktu pandemi dari sisi fiskal adalah menghapus batasan defisit maksimal tiga persen (dari PDB), yang sudah diadopsi selama lebih dari 15 tahun.
Namun, agar terus menjaga disiplin di sisi fiskal, penghapusan batasan ini hanya diperbolehkan selama tiga tahun yang diatur melalui Undang-undang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pandemi Covid-19 telah menyebabkan ancaman kesehatan masyarakat dan juga berpengaruh signifikan terhadap perekonomian di semua negara.
Oleh karena itu, menurutnya selain berfokus pada penanganan kesehatan dan perlindungan masyarakat pemerintah juga harus melakukan upaya pemulihan ekonomi setelah mengalami guncangan akibat pandemi ini.
Sedangkan untuk respon kedua pemerintah, langkah selanjutnya adalah melakukan refocusing anggaran. Sri Mulyani menekankan pentingnya fleksibilitas anggaran dalam mengakomodasi kebutuhan belanja negara terhadap penanganan Covid-19 karena situasi pandemi ini masih penuh dengan ketidakpastian.
Kemudian respons pemerintah yang ketiga adalah penerapan burden sharing. Ini dilakukan antar Kementerian atau Lembaga yang harus melakukan pemotongan anggaran yang tidak prioritas dan terkait langsung dengan penanganan pandemi Covid-19.
Selain respons tersebut, Bendahara Negara ini juga menegaskan pentingnya dukungan Pemerintah terhadap pemulihan ekonomi.
Dolar AS Menguat
Sementara Rupiah stagnan, Dolar AS justru menguat terhadap mata uang lainnya pada Selasa. Dolar AS naik kembali di atas angka 100 didukung oleh imbal hasil tinggi menjelang data inflasi yang akan dirilis hari ini, yang juga meningkatkan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat.
Imbal hasil jangka panjang AS juga melanjutkan tren kenaikan, dengan imbal hasil obligasi 10-tahun patokan mencapai 2,836 persen, tertinggi sejak Desember 2018. Hasil obligasi Treasury 30-tahun juga naik menjadi 2,86 persen, tertinggi sejak Mei 2019 .
Charles Evans, presiden Fed Bank of Chicago yang telah lama menjadi salah satu pembuat kebijakan bank sentral AS yang lebih dovish, mengatakan percepatan kenaikan suku bunga untuk memerangi inflasi patut diperdebatkan.
Harga konsumen mungkin naik 8,4 persen bulan lalu dari tahun lalu, menurut survei ekonom Bloomberg. Sementara itu bisa menandai puncaknya, tetap ada kekhawatiran bahwa inflasi akan tetap tinggi dan persisten.
Investor masih mencari penyimpan nilai dengan kepemilikan dana yang diperdagangkan di bursa yang didukung bullion mendekati level tertinggi dalam lebih dari satu tahun.
Advertisement
Pembukaan Rupiah
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa, diprediksi melemah dibayangi ekspektasi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Fed yang lebih agresif.
Rupiah bergerak melemah tipis 1 poin ke posisi 14.366 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.365 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah masih berpeluang untuk melemah lagi hari ini terhadap dolar AS dengan tingginya ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif tahun ini," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Selasa (12/4/2022).
Semalam, Kepala Bank Sentral AS area Chicago Charles Evans, memberikan dukungan terhadap kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif tahun ini.
Suku bunga acuan AS diperkirakan akan berada di kisaran 2,25 persen - 2,5 persen pada akhir tahun ini. Saat ini suku bunga ada di level 0,5 persen dan kemungkinan akan ada kenaikan masing-masing 50 basis poin dalam dua rapat mendatang.
"Indikasi meningginya ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih agresif terlihat dari kenaikan yield obligasi pemerintah AS. Yield tenor 10 tahun naik lagi ke atas kisaran 2,8 persen," ujar Ariston.