Liputan6.com, Jakarta Semua elemen masyarakat diharapkan ikut ambil bagian mengawasi penyalahgunaan bahan bakar minyak atau BBM subsidi. Penyalahgunaan rentan terjadi mengigat adanya disparitas harga yang besar antara harga solar subsidi Rp 5.150 per liter dan nonsubsidi seperti dexlite yang berkisar Rp 12.950-Rp 13.550.
Di awal, aksi tegas menindak pihak yang menyalahgunakan penggunaan BBM bersubsidi adalah langkah prioritas.
Baca Juga
“Semua elemen masyarakat harus ikut mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi, tidak hanya sekadar imbauan,” kata Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, saat diskusi dengan media secara virtual, Selasa (12/4/2022).
Advertisement
Menurut Djoko potensi jebolnya kuota BBM bersubsidi, terutama solar, harus diantisipasi melalui peningkatan pengawasan, termasuk sanksi terhadap penyalahgunaan solar.
Apalagi ketentuan mereka yang berhak membeli BBM bersubsidi sudah jelas. “Namun karena ada selisih harga yang besar (BBM bersubsisi dan nonsubsidi), membuat penyalahgunaan kerap terjadi oleh pihak terentu untuk mendapat keuntungan,” katanya.
Untuk mengurangi penyalahgunaan penggunaan BBM bersubsidi, lanjut Djoko, Pertamina sebenarnya sudah memasang sistem digitalisasi SPBU yang seharusnya bisa dimanfaatkan.
“Di situ bisa ketahuan truk atau mobil apapun jika dimodifikasi kelihatan sekali mengisi di SPBU. Kalau ada truk isi 700 liter, itu harusnya ketahuan,” ujar mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu.
Jebolnya Kuota Solar
Djoko menyebutkan, Kementerian ESDM sebelumnya juga pernah menginisiasi penerapan sistem monitoring pengendalian bahan bakar minyak dengan memanfaatkan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) untuk mengawasi penggunaan solar bersubsidi. “Sayangnya, setelah dipasang hampir di 250 ribu kendaraan, program tersebut dihentikan,” ujarnya.
Penyalahgunaan solar bersubsidi disinyalir menjadi faktor utama jebolnya kuota solar bersubsidi yang tahun ini ditetapkan sebesar 14,09 juta kiloliter (KL) khusus untuk sektor ritel.
Pertamina memperkirakan hingga akhir 2022, konsumsi solar bersubsidi akan mencapai 16 juta KL. Djoko memproyeksikan BBM bersubsidi akan melewati kuota yang diproyeksikan.
“Kuota tahunan BBM bersubsidi sebenarnya bisa ditarik ke depan sehingga Pertamina bisa menambah kuota bulanan,” katanya.
Advertisement
Bantu Pemerintah
Mantan Direktur BBM BPH Migas itu mengatakan, pencegahan penyalahgunaan solar bersubsidi menjadi upaya membantu pemerintah dan juga Pertamina.
Pasalnya, tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini sudah sangat berat, apalagi jika harus menanggung tambahan beban subsidi.
Di sisi lain, beban Pertamina juga sangat berat karena hanya anggaran subsidi Rp500 per liter dari selisih harga jual yang mencapai Rp7.000-Rp8.000 per liter.
“Sekarang pemerintah duduk bareng sama DPR, tambah subsidi solar, misalnya Rp2.000. Tak masalah APBNP khusus subsidi solar. Itu akan membantu Pertamina, tapi bagi masyarakat solar enggak naik,” kata Djoko.