Sukses

Bertahun-tahun Diboikot, 2022 Jadi Momentum CPO Masuk Pasar Eropa

Saat ini merupakan momentum yang baik bagi produsen minyak sawit (CPO) untuk masuk ke pasar Eropa, setelah bertahun-tahun diboikot negara-negara di kawasan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini merupakan momentum yang baik bagi produsen minyak sawit (CPO) untuk masuk ke pasar Eropa, setelah bertahun-tahun diboikot negara-negara di kawasan tersebut.

"Minyak sawit ada di sini (Eropa) untuk menyelamatkan. Saat ini, bukan waktunya untuk membalas dendam setelah apa yang telah terjadi," kata Guru Besar John Cabot University Roma Prof Pietro Paganini dikutip dari Antara, Kamis (14/4/2022).

Menurut dia, kekurangan minyak bunga matahari (sun flower oil) mendorong banyak produsen dan pengolah makanan untuk memformulasi ulang produknya dengan minyak yang berbeda.

Salah satunya produsen biskuit asal Italia, Barilla menghapus label "senza olio di palma" atau "bebas minyak sawit" dalam kemasannya. Penghapusan label tersebut karena Barilla telah menggunakan minyak sawit dalam proses produksinya.

"Beberapa di antaranya kembali ke minyak sawit setelah mereka meninggalkannya antara 2016 dan 2018 dan setelah mereka memboikotnya," kata Paganini

Sementara produsen dan pengolah makanan yang lain, lanjutnya, masih khawatir untuk kembali ke kelapa sawit karena mereka takut akan reputasi mereka. Sebab mereka khawatir terhadap LSM, reaksi pemangku kepentingan, dan lain-lain.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Cadangan Minyak Bunga Matahari

Ada beberapa (produsen pengolah makanan) yang masih mengandalkan cadangan minyak bunga matahari sampai Agustus. Mereka berharap minyak bunga matahari akan kembali (ada di pasaran) lagi.

"Jadi, sangat sedikit yang mengakui bahwa mereka membeli dan menggunakan minyak sawit. Kita lihat saja dalam beberapa bulan ke depan apa yang akan terjadi," ujarnya.

Menurut dia, yang terbaik yang dapat dilakukan oleh negara-negara produsen minyak sawit adalah meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas dan keberlanjutan yang lebih jauh baik lagi, memperkuat skema sertifikasi dan menjadikannya sebagai tolok ukur untuk semua komoditas lain dan menawarkannya kepada orang Eropa.

"Jika mereka pintar mereka akan membelinya. Jika tidak, dunia ini jauh lebih besar dari Eropa. Eropa kecil tetapi masih berpengaruh secara politik, jadi sebaiknya ikuti saja mereka. Sekarang saatnya berjabat tangan dan menjual sebanyak mungkin minyak sawit berkelanjutan," katanya.

Indonesia, kata Paganini, harus terus melakukan apa yang sudah dilakukan jutaan pekerja di rantai pasok, yakni meningkatkan kualitas, meningkatkan keberlanjutan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghasilkan lebih banyak minyak sawit.

3 dari 4 halaman

Harga CPO Cetak Rekor Tertinggi Dalam Sejarah

Melonjaknya harga komoditas dinilai sangat menguntungkan bagi Indonesia. Alasannya, saat ini harga CPO telah mencapai harga tertinggi dari yang pernah terjadi.

"Harga CPO memang sangat tinggi beberapa bulan terakhir dan sekarang masih. Harga tertinggi pernah mencapai UDS 1.926,9 per ton. Ini harga record paling tinggi sepanjang masa," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam webinar Macroeconomic Update 2022, Jakarta, Senin (4/4/2022).

Artinya, lanjut dia, nilai tambah yang diterima Indonesia lebih besar. Mengingat ekspor CPO dan sawit Indonesia tinggi. Belum lagi harga batubara yang menambah sumber likuiditas perekonomian saat harganya tinggi.

Febrio mengatakan, setiap ada kenaikan harga komoditas, akan berdampak mengalir ke sektor perbankan. Kemudian mengalir ke masyarakat, khususnya bagi petani yang menikmati kenaikan harga tersebut. Sehingga secara tidak langsung perekonomian di sekitar sektor tersebut akan meningkat.

"Jadi biasanya akan melihat komoditi harga tinggi, penjualan kendaraan bermotor akan tinggi, penjualan tv akan naik, elektronik akan tinggi," kata dia. "Artinya akan salurkan DPK (Dana Pihak Ketiga) di perbankan yang selama 2 tahun ini tumbuh sangat tinggi di atas 10 persen dua tahun berturut-turut," sambungnya.

4 dari 4 halaman

Antisipasi Gejolak Harga BBM dengan APBN

Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia menjadi beban pemerintah. Alasannya selama ini pemerintah menanggung subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Bensin jenis Pertalite tetap dijaga harganya agar tidak menimbulkan gejolak harga di tingkat SPBU. Perbedaan harga keeknomian dan harga jual di tingkat konsumen ditanggung pemerintah melalui APBN.

"APBN harus hadir menjamin tidak terjadi kenaikan harga fluktuatif untuk kepentingan rakyat," kata dia.

Dia menambahkan banyak APBN yang harus disiapkan untuk menanggung risiko absorber . Sebab dalam konteks ini APBN jadi shock absorber yang mengharapkan risiko ke masyarakat seminimal mungkin.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.comÂ