Sukses

IMF: Dunia Sedang Jalani Krisis di Atas Krisis

International Monetary Fund (IMF) kondisi dunia global saat ini. Saat ini disebut dunia menghadapi keadaan krisis yang berlapis.

Liputan6.com, Jakarta International Monetary Fund (IMF) kondisi dunia global saat ini. Saat ini disebut dunia menghadapi keadaan krisis yang berlapis.

Yakni, ditengah upaya bangkit dari dampak negatif pandemi covid-19, tantangan lainnya dengan adanya perang Rusia-Ukraina.

"Kita saat ini mengalami krisis, secara sedernaha, kita menghadapi krisis di atas krisis," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam Outlook Ekonomi Global disiarkan YouTube IMF, dikutip Sabtu (16/4/2022).

Pada poin pertama, kata dia, dampak dari pandemi terhadap ekonomi global. Yang awalnya tumbuh keatas, kini harus terhenti dan bahkan melambat. Buktinya, saat ini pandemi belum usai, masih diprediksi penyebaran terus terjadi kedepannya.

Kristalina menilai, bisa jadi kedepannya akan ada varian baru dari Covid-19 atau persebaran yang lebjh mudah terjadi. Sementara, dari sisi ekonomi, kssenjangan masih terjadi dan semakin tinggi antara negara kaya dan miskin.

Kedua, invasi Rusia terhadap Ukraina mrnyebabkam tekanan terhadap ekonomi global. Serangan itu menyebabkan lebih dari 11 juta penduduk Ukraina pergi dari negaranya.

"Dampak ekonomi dari perang itu bergerak sangat cepat ke negara tetangga dan sekitarnya. Banyak orang dengan pendapatan rendah sulit mengakses peningkatan harga pangan dan energi dunia," terangnya.

 

2 dari 4 halaman

Inflasi

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, menurut Kristalina, inflasi menjadi bahaya yang nyata bagi di banyak negara di seluruh belahan dunia.

"Ini adalah kemunduran besar bagi pemulihan global dalam hal ekonomi. Pertumbuhan turun dan inflasi naik. Dalam aspek kemanusiaan, pendapatan orang turun dua kali lipat," katanya.

"Krisis ganda akibat pandemi dan perang semakin diperumit oleh fragmentasi krisis lain yang berkembang dari ekonomi dunia. Misalnya dari teknologi yang berbeda, sistem pembayaran standar, dan cadangan devisa yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya," tambah dia.

 

3 dari 4 halaman

Kesenjangan Ekonomi

Kesenjangan Ekonomi

Ia menilai perbedaan besaran ekonomi dunia itu akan merusak rantai pasok atau jaringan produksi global. Negara miskin akan menanggung beban terberat akibat adanya krisis pandemi dan perang ini.

Dengan demikian, ini jadi momentum bagi setiap negara saling bekerja sama untuk menghadapi krisis yang saat ini dihadapi. Salah satu yang jadi tantangan lainnya yang perlu dihadapi adalah terkait perubahan iklim.

"Ini jadi momen konsekuensi internasional, langkah yang kita ambil saat ini, menentukan sesuatu hal fundamental di masa depan. Akibat omicron dan perang Rusia-Ukraina, kita juga mengambil langkah. Hal ini juga membuat kami memangkas outlook pertumbuhan global kami menjadi 4,4 persen untuk tahun 2022," ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Pertumbuhan Ekonomi RI

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawatii memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2022 berada dalam rentang 4,5 persen sampai 5,2 persen.

Dengan demikian, secara keseluruhan tahun akan mencapai antara 4,8 hingga 5,5 persen.

"Kami dari Kemenkeu memperkirakan kuartal I-2022 mencapai 4,5 hingga 5,2 persen dan keseluruhan tahun 4,8 hingga 5,5 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (13/4/2022).

Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi saat ini masih dipengaruhi oleh tekanan eksternal yaitu perang Ukraina dan Rusia. Selain itu juga asa perubahan kebijakan moneter negara-negara maju.

"Ekspektasi yang tadinya positif terhadap pemulihan ekonomi global seiring meredanya Covid-19 tertahan atau mengalami tekanan karena eskalasi dari kondisi perang yang terjadi di Ukraina sejak tanggal 24 Februari 2022," jelasnya.

Adapun Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi perekonomian global menjadi 3,5 persen dari 4,5 persen. Kemudian Bank Dunia juga menurunkan proyeksi untuk perekonomian Asia Pasifik dari 5,4 persen menjadi 4 hingga 5 persen.