Sukses

Inflasi Kuartal I 2022 Diprediksi Lebih Tinggi 3 Kali Lipat dari 2021

Tingkat inflasi Indonesia di kuartal I 2022 ini disebut-sebut lebih tinggi dari tahun lalu

Liputan6.com, Jakarta Tingkat inflasi Indonesia di kuartal I 2022 ini disebut-sebut lebih tinggi dari tahun lalu. Ini merupakan dampak dari memanasnya kondisi global dan kenaikan harga di dalam negeri.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan pada kuartal I tahun ini, secara year to date, dalam tiga bulan inflasi sudah mencapai 1,2 persen. Sementara, sepanjang 2020-2021, inflasi tercatat terendah sepanjang sejarah atau 2 persen untuk hitungan tahun penuh.

"Yang kalau kita bandingkan dengan tahun yang lalu dikuartal satu yang sama ini sudah tiga kali lipat lebih tinggi inflasinya, padahal ini belum masuk bulan bulan April yang ada peningkatan PPN peningkatan Pertamax dan juga belum ada rencana kenaikan harga yang direncanakan oleh pemerintah," katanya dalam CORE Media Discussion, Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4/2022).

Kendati begitu, kata Faisal, kondisi inflasi Indonesia masih lebih rendah ketimbang negara maju lainnya. Misalnya, negara Eropa yang cukup terdampak besar akibat perang Rusia-Ukraina.

Dari sisi oengeluarannya, kata dia, inflasi terjadi pada semua kelompok pengeluaran. Misalnya di sektor makanan, hingga kebutuhan pokok dan kebutuhan perumahan.

"Kalau kita melihat dari sisi pengeluarannya, ini hampir semua inflasi terjadi pada semua kelompok pengeluaran, bukan hanya di makanan-minuman, tapi juga di sini efek kemarin misalkan kenaikan dari gas lpg di bulan Desember naik lagi di bulan Februari ini menyebabkan inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik dan bahan baku rumah tangga," kata dia.

Kemudian untuk sektor kelompok leisure juga mulai tinggi juga dibandingkan tahun lalu untuk rekreasi, serta aspek restoran juga mengalami peningkatan. Ia menilai Inflasi inti sudah lebih tinggi.

"Jadi artinya ini menunjukkan bahwa ada memang ada efek daripada kenaikan demand sebetulnya, jadi karena sejalan dengan pelanggaran PPKM mobilitas sudah jauh lebih bagus demand sudat mulai terangkat juga, tapi yang efek daripada harga, inflasi yang disebabkan karena faktor administred price ini sangat besar rasanya," terangnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Potensi Inflasi

Pada kesemparan itu, Faisal mengaku pihaknya telah melakukan simulasi terhadap inflasi. Namun hitungan ini belum menyertakan keniaikan PPN 11 Persen dan kenaikan harga Pertamax.

"Kalau kemarin tanpa ada kenaikan PPN 11% dan pertamax pada bulan April potensi inflasi kita perkirakan itu 2,5 persen, jadi artinya tanpa ada tambahan kebijakan tadi sebetulnya sudah lebih tinggi jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun kemarin ya yang 1,8 persen tahun 2021," kata dia.

Namun, dengan adanya penyesuaian tarif PPN 11 Persen dan kenaikan lainnya, potensi inflasi akan kembali disesuaikan. Ia menaksirsepanjang tahun 2022 akan sebesar 3,5 persen.

"Nambah 1 persen, kalau kemudian pemerintah mewujudkan kembali ya rencana kenaikan berbagai komponen kebutuhan yang vital, seperti harga pertalite, kemudian elpiji kemudian listrik. Nah Ini potensinya kenaikannya bisa di atas 5 perse , bahkan bisa 5,5 persen kalau semua (kenaikan harga) dilakukan," kata dia.

"Akan ada lonjakan inflasi yg jauh sekali dibandingkan dengan pra pandemi, itu inflasi 3 persen, setelah lebih dari 5 tahun itu inflasi rendah, awal 2014 itu tinggi pada kenaikan harga bbm, setelah itu pada tahun ini, ini bisa terasa dampaknya bagi masyarakat untuk peningkatan harga ini," imbuh Faisal.

 

3 dari 3 halaman

Suku Bunga

Bank Indonesia kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada dua hari ini. Saat ini, suku bunga acuan Bank Indonesia sendiri dipatok di 3,5 persen.

Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Faisal Rachman memproyeksikan hasil RDG BI tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen pada April 2022. Diketahui, BI akan mengumumkan suku bunga acuan untuk periode April pada Selasa siang (19/4/2022).

"Kami masih melihat untuk pengumuman hasil RDG April siang ini BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan di 3,5 persen," ujar Faisal saat dihubungi Merdeka.com di Jakarta, Selasa (19/4/2022).

Faisal mencatat, setidaknya ada dua alasan kuat bagi BI untuk mempertahankan suku bunga acuan pada periode April ini. Pertama, nilai tukar Rupiah cenderung stabil ditopang oleh surplus neraca dagang yang tetap tinggi dan terus berlanjut. Sehingga, suku bunga rendah diperlukan untuk menopang neraca transaksi berjalan.

Kedua, Faisal mencatat tekanan inflasi saat ini akibat faktor musiman. Dengan kata lain, laju inflasi belum kuat secara fundamental.

"Tekanan inflasi memang sudah meningkat, namun kami melihat untuk bulan ini dan bulan Mei akan ada faktor musiman Ramadan dan Lebaran," bebernya.

Menurutnya, secara fundamental tekanan inflasi akan terlihat di semester kedua 2022. Untuk itu, pihaknya memprediksi BI akan mulai menaikan suku bunga di periode tersebut.