Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memperkirakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan eksternal. Disisi lain, defisit transaksi berjalan kuartal I 2022 diperkirakan tetap rendah, didukung surplus neraca perdagangan sebesar USD 9,3 miliar.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam paparan pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 April 2022, Selasa (19/4/2022).
Baca Juga
Perry menjelaskan, perkembangan ini didukung oleh tingginya surplus neraca perdagangan nonmigas, terutama sejalan dengan tingginya nilai ekspor karena harga komoditas global, seperti batu bara, besi dan baja, serta biji logam, di tengah meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.
Advertisement
“Sementara itu, aliran modal asing dalam bentuk investasi portofolio yang sempat tertahan pada triwulan I 2022 dengan net outflows sebesar USD 1,8 miliar, kembali mencatat net inflows pada awal kuartal II 2022 yaitu sebesar USD 0,8 miliar (hingga 14 April 2022),” kata Perry.
Adapun posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2022 tercatat sebesar USD 139,1 miliar, setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, tingginya harga komoditas global diperkirakan akan menopang peningkatan nilai ekspor untuk tahun 2022 sehingga defisit transaksi berjalan diperkirakan akan lebih rendah, yaitu menjadi 0,5 - 1,3 persen dari PDB, menurun dibandingkan proyeksi sebelumnya sebesar 1,1 - 1,9 persen dari PDB.
Pada periode yang sama, neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap surplus, terutama dalam bentuk penanaman modal asing, sejalan dengan iklim investasi dalam negeri yang tetap terjaga.
“Secara keseluruhan kinerja NPI diperkirakan akan tetap surplus, sehingga menopang ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” pungkas Perry.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bank Indonesia Masih Tahan Suku Bunga Acuan di 3,5 Persen
Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI7DRRR di level 3,50 persen pada April 2022.
Keputusan itu diambil setelah bank sentral menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Senin hingga Selasa, atau 18-19 April 2022.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18 sampai 19 April 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRRR sebesar 3,50 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - April 2022, Selasa (19/4/2022).
Selain suku bunga acuan, bank sentral pun kembali menahan suku bunga deposite facility tetap sebesar 2,75 persen. Keputusan yang sama juga berlaku pada suku bunga lending facility tetap di level 4,25 persen.
Perry menjelaskan, keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat. Terutama terkait dengan ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina
"Selain itu, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut," tandasnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
BI Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Jadi 3,5 Persen
Bank Indonesia (BI) merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 yaitu menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, revisi ini dilakukan akibat berlanjutnya ketegangan politik global akibat perang Rusia dan Ukraina. Hal ini berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Pemulihan ekonomi global diprakirakan terus berlanjut meski lebih rendah dari proyeksi sebelumnya," ujarnya dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - April 2022, Selasa (19/4).
Selain ketidakpastian di pasar keuangan global, konflik antara Rusia dan Ukraina juga berdampak pada pelemahan transaksi perdagangan, kenaikan harga komoditas, dan ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang menurun.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi berbagai negara raksasa ekonomi seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, China, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen," tekannya.
Bank Indonesia memprediksikan volume perdagangan dunia juga lebih rendah sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung.
Hal ini ditandai dengan harga komoditas global masih mengalami peningkatan, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global.
"Hal tersebut mendorong terbatasnya prospek aliran modal asing, khususnya portofolio, dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia," tutupnya.