Liputan6.com, Jakarta Anggota DPR RI angkat bicara soal rencana Pemerintah menaikan harga Pertalite dan Gas LPG 3 Kg sebagaimana yang di sampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Anggota Komisi VI DPR I Nyoman Parta mengatakan, Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state) negara tidak bisa melepaskan diri dari subsidi.
Baca Juga
Ini artinya memang harus ada hal-hal tertentu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan memiliki dampak ekonomi dan sosial yang negara harus hadir dalam bentuk subsidi.
Advertisement
"Di saat pandemi covid-19 mulai melandai tapi situasi ekonomi belum banyak mengalami kemajuan terutama di kalangan akar rumput," kata dia di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
I Nyoman menjelaskan, harga minyak dan gas dunia memang tengah mengalami kenaikan. Namun, hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan tunggal dalam memutuskan rencana menaikan harga Pertalite dan Gas LPG 3 Kg.
"Sebab jika dipaksakan akan ada dampak yang akan terjadi," lanjutnya.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dari kenaikan harga pertalite dan LPG ini antara lain, daya beli hampir lebih dari 40 persen kelompok penghasilan dan pengeluaran terbawah akan terdampak luas terhadap ketidakmampuan daya beli.
Kemudian, tidak bisa dihindari kenaikan pertalite dan Gas LPG 3 Kg bisa menaikan angka kemiskinan. Selanjutnya, mayoritas tenaga kerja Indonesia adalah bekerja disektor informal serta potensi terjadinya penimbunan dan pengoplosan akan makin banyak terjadi
"Pelaku umkm dengan alat produksi usahanya Gas LPG 3 kg akan terdampak sangat dalam terlebih persoalan minyak goreng belum tuntas. Saya khawatir pelaku UMKM tidak akan kuat menangung biaya produksi, jangan sampai sampai umkm mengalami kebangkrutan," jelasnya.
"Oleh karena itu jangan naikan harga Pertalite dan Gas LPG 3 Kg," lanjut Nyoman Parta.
Dia juga memberikan sejumlah solusi untuk menekan anggaran pemerintah dari konsumsi BBM bersubsidi seperti pertalite dan LPG 3 Kg tanpa harus menaikkan harga jualnya.
"Tertibkan penggunaan pertalite untuk kendaraan angkutan umum dan UMKM. Untuk pemilik mobil mewah harus menggunakan pertamax. Kemudian, Tertibkan pengoplos Gas 3 Kg," tutup dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sinyal Kenaikan Harga Pertalite hingga LPG Jadi Polemik, Menteri ESDM Buka Suara
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif angkat suara terkait polemik wacana kenaikan harga Pertalite, Liquified Petroleum Gas (LPG) kemasan 3 kilogram, hingga tarif listrik di tahun 2022.
Menurutnya, pemerintah saat ini tengah fokus memastikan agar pasokan BBM dan LPG terjaga dengan baik di tengah tingginya harga komoditas energi.
Berbagai evaluasi terus dilakukan, termasuk penyaluran BBM dan LPG tepat sasaran sehingga menghasilkan efisiensi yang dapat mengurangi beban subsidi energi.
"Kita pasti akan melakukan evaluasi-evaluasi, dan tidak mungkin kita akan membebankan masyarakat dengan beban yang demikian berat secara drastis," tegas Arifin dalam keterangannya, Senin (18/4).
Upaya evaluasi yang dilakukan di antaranya adalah melakukan validasi data kependudukan yang ada di Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS). PT Pertamina (Persero) juga sudah melakukan proses digitalisasi sistem pengisian BBM di SPBU.
Selain itu, pengawasan langsung dan sanksi terhadap penyalahgunaan BBM subsidi. Arifin mengungkapkan, dalam inspeksi mendadak yang dilakukannya beberapa waktu lalu di wilayah Kalimantan dan Sumatera, banyak ditemukan penyimpangan penyaluran BBM subsidi.
Untuk itu, kedisiplinan masyarakat dalam mengkonsumsi energi sesuai haknya menjadi sangat penting. Mengingat, dari hasil kunjungannya beberapa waktu yang lalu ke lapangan ditemukan banyaknya penyimpangan.
"(Penyimpangan) ini kalau bisa kita tertibkan, banyak yang bisa kita hemat. Ini merupakan bagian dari evaluasi kita. Saya yakin kebocoran kita cukup banyak, untuk itu sudah ada perangkat, yaitu sanksi terhadap penyalahguna BBM subsidi, yaitu hukuman 6 tahun ditambah (denda) Rp60 miliar, ini akan kami sosialiasikan kembali," ujar Arifin.
Advertisement
Sanksi
Sanksi yang dimaksud Menteri Arifin tersebut tercantum dalam pasal 55 Undang Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, maupun pasal 94 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, yaitu Setiap orang atau Badan Usaha yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi oleh Pemerintah dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Selanjutnya, agar pendistribusian BBM bersubsidi lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak, saat ini sedang dilakukan revisi atas Peraturan Presiden nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Pemerintah, menurut Arifin, terus melakukan berbagai upaya secara internal yaitu bagaimana agar penyaluran BBM tepat sasaran sehingga terjadi efisiensi yang bisa mengurangi beban keuangan negara. Di samping itu, masyarakat juga didorong untuk hemat energi dan membangun kesadaran untuk dapat memanfaatkan energi seefektif mungkin.
"Kemudian yang kedua, eksternal, kita juga harus bisa mengimbau OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries/organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi) untuk bisa menambah kuota produksinya," pungkas Arifin.
 Â