Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meramalkan pertumbuhan ekonomi kuartal I bisa tumbuh 4,5 persen hingga 5 persen. Angka ini menjadi pembuka awal tahun 2022 untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang tahun sebesar 5,2 persen.
"Kita harapkan di kuartal I tahun 2022 ini tumbuh 4,5 persen sampai 5 persen," kata Airlangga Hartarto dalam Indonesia Solar Summit 2022, Jakarta, Selasa (19/4).
Baca Juga
Kemudian lanjutnya, pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 diharapkan bisa tumbuh minimal 3 persen hingga 5 persen. " Di Q2 ini kita harus tumbuh minimal di tingkat 3 persen sampai 5 persen," sambungnya.
Advertisement
Meski begitu, dia tidak menaikkan pertumbuhan ekonomi tahun ini masih memiliki ragam tantangan. Masih dihadapkan dengan ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 dan variannya, konflik Rusia dan Ukraina hingga peningkatan harga komoditas global.
"Ekonomi global ini akan pulih tapi ada berbagai ketidakpastian," kata Airlangga.
Untuk itu, langkah yang diambil pemerintah saat ini dengan menerapkan kebijakan countercyclical. Mendorong pemulihan ekonomi nasional tetap berlanjut di Tanah Air. Sehingga pada akhirnya, target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun bisa tercapai 5,2 persen.
"Ini juga tergantung pada pemulihan dan penanganan pandemi dan bagaimana pemerintah menangani kenaikan harga komoditas," katanya mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
BI Pangkas Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2022 Jadi 3,5 Persen
Bank Indonesia (BI) merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 yaitu menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, revisi ini dilakukan akibat berlanjutnya ketegangan politik global akibat perang Rusia dan Ukraina. Hal ini berdampak pada ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Pemulihan ekonomi global diprakirakan terus berlanjut meski lebih rendah dari proyeksi sebelumnya," ujarnya dalam video konferensi Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan BI - April 2022, Selasa (19/4).
Selain ketidakpastian di pasar keuangan global, konflik antara Rusia dan Ukraina juga berdampak pada pelemahan transaksi perdagangan, kenaikan harga komoditas, dan ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah penyebaran Covid-19 yang menurun.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi berbagai negara raksasa ekonomi seperti Eropa, Amerika Serikat, Jepang, China, dan India diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
"Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia merevisi prakiraan pertumbuhan ekonomi global pada 2022 menjadi 3,5 persen dari sebelumnya sebesar 4,4 persen," tekannya.
Bank Indonesia memprediksikan volume perdagangan dunia juga lebih rendah sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung.
Hal ini ditandai dengan harga komoditas global masih mengalami peningkatan, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global.
"Hal tersebut mendorong terbatasnya prospek aliran modal asing, khususnya portofolio, dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia," tutupnya.
Advertisement
Perang Rusia Ukraina, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2022 Jadi 3,2 Persen
Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2022 hampir satu poin persentase penuh, dari 4,1 persen menjadi 3,2 persen. Perubahan ini menyusul dampak konflik Rusia-Ukraina terhadap ekonomi dunia.
Dilansir dari CNBC International, Selasa (19/4/2022) Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan faktor terbesar dalam penurunan adalah kontraksi proyeksi ekonomi 4 ,1 persen di seluruh Eropa dan Asia Tengah.
Faktor lain di balik perlambatan pertumbuhan ekonomi pada Januari 2022 termasuk tingginya biaya makanan dan bahan bakar yang ditanggung oleh konsumen di negara maju di seluruh dunia.
Bank Dunia sedang "mempersiapkan tanggapan krisis yang berkelanjutan, mengingat banyaknya krisis," ungkap Malpass.
"Selama beberapa minggu ke depan, saya berharap untuk berdiskusi dengan dewan kami, dan bantuan respons krisis selama 15 bulan sekitar USD 170 miliar untuk April 2022 hingga Juni 2023," bebernya.Â
Tingginya sebagian harga komoditas terjadi setelah negara Barat memberlakukan sanksi terhadap sektor energi Rusia, yang telah menaikkan harga minyak dan gas di seluruh dunia.
Gangguan ekspor pertanian dari Ukraina juga disebut sebagai faktor yang mendorong harga menjadi lebih tinggi.
Awal bulan ini, Bank Dunia memproyeksikan PDB tahunan Ukraina akan turun 45,1 persen karena konflik yang dihadapi negara itu.
Padahal sebelum konflik, para analis telah memperkirakan PDB negara itu akan meningkat tajam di tahun-tahun mendatang.
Ekonomi Rusia juga diramal bakal menghadapi dampak berat dari konflik.Â
Pada awal April, Bank Dunia memperkirakan PDB Rusia akan turun 11,2 persen tahun ini karena sanksi ekonomi dari negara Barat.Â
Perang Rusia-Ukraina Memangkas Pertumbuhan Perdagangan Global Jadi 3 Persen
Selain Bank Dunia, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga menurunkan perkiraan pertumbuhan perdagangan global tahun 2022 ini menjadi 3 persen dari 4,7 persen karena perang Rusia-Ukraina.Â
Badan yang berbasis di Jenewa itu juga memperingatkan potensi krisis pangan yang disebabkan oleh lonjakan harga.
"Gema ekonomi dari konflik ini akan meluas jauh melampaui perbatasan Ukraina," kata Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala dalam sebuah konferensi pers, dikutip dari US News.
Laporan dari pengawas perdagangan global mengatakan bahwa konflik, yang sekarang sudah memasuki minggu ketujuh, telah merusak ekonomi dunia pada titik kritis ketika pandemi Covid-19, dan lockdown China secara khusus terus membebani pemulihan.
"Sekarang jelas bahwa pukulan ganda dari pandemi dan perang telah mengganggu rantai pasokan, meningkatkan tekanan inflasi dan menurunkan ekspektasi untuk output dan pertumbuhan perdagangan," ujar Ngozi Okonjo-Iweala.
Sementara itu, WTO memperkirakan pertumbuhan perdagangan global pada 2023 akan naik hingga 3,4 persen, mencatat bahwa perkiraan 2022 dan 2023 kurang pasti dari biasanya karena ketidakpastian dari konflik/masalah geopolitik.
Okonjo-Iweala juga memperingatkan potensi krisis pangan karena gangguan ekspor dari Ukraina dan Rusia.
Diketahui bahwa kedua negara tersebut merupakan pemasok utama biji-bijian dan komoditas lainnya, dimana habatan ekspor dapat berdampak pada pasokan di negara-negara miskin, termasuk sekitar 35 importir Afrika.
"Inilah mengapa kita perlu bertindak dan bertindak tegas dalam masalah pangan ini untuk menghindari masalah pangan," kata Ngozi Okonjo-Iweala, mengutip perlunya sistem pemantauan yang lebih transparan dan potensi pelepasan stok penyangga untuk menurunkan harga. Â
Advertisement