Sukses

Inflasi Bakal Tembus 5,5 Persen Jika Harga Pertalite dan LPG Naik

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut inflasi indonesia bisa tembus ke tingkat 5,5 persen.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut inflasi indonesia bisa tembus ke tingkat 5,5 persen. Ini jika pemerintah menaikkan harga Pertalite dan LPG subsidi.

Faisal menyebut, ini merupakan bagian skenario proyeksi inflasi yang akan terjadi di tanah air. Ia menyebut ada empat skenario yang bisa terjadi.

"Skenario keempat tingkat inflasi di atas 5,5 persen bila skenario III ditambah kenaikan harga gas LPG 3 kilogram dengan asumsi dari Rp 17.000 menjadi Rp 20.000," ungkapnya dalam CORE Media Discussion, Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4/2022).

Namun, secara keseluruhan menurut tingkatannya, dalam beberapa skenario tersebut menunjukan inflasi terendah akan berada di level 2,5 persen. Sedangkan skenario inflasi tertinggi berada diatas 5,5 persen.

“Kami sudah melakukan simulasi terhadap inflasi yang mana potensinya kurang lebih dengan seperti ini," ujar Faisal.

Faisal mengatakan, pada skenario pertama tingkat inflasi Indonesia tahun ini diprediksi di atas 2,5 persen akan terjadi. Meski pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan kenaikan PPN dan Pertamax.

Lantaran, kata dia, inflasi tahun ini memang diprediksi lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,8 persen karena aktivitas masyarakat semakin pulih sehingga permintaan semakin melonjak.

“Jadi artinya tanpa ada tambahan kebijakan tadi (PPN dan Pertamax naik) sebetulnya sudah lebih tinggi jauh lebih tinggi dibanding tahun kemarin yang 1,8 persen,” ujarnya.

Sedangkan untuk skenario kedua, Faisal menyebut inflasi tahun ini diprediksi di atas 3,5 persen seiring adanya kebijakan pemerintah berupa penerapan PPN 11 persen dan kenaikan harga Pertamax pada April.

Sementara, skenario ketiga yaitu tingkat inflasi tahun ini diperkirakan di atas 5 persen jika skenario kedua yaitu adanya penerapan PPN 11 persen dan kenaikan harga Pertamax ditambah potensi kenaikan harga Pertalite yang diasumsikan menjadi Rp9.000.

 

2 dari 3 halaman

Tiga Kali Lebih Tinggi

Tingkat inflasi Indonesia di kuartal I 2022 ini disebut-sebut lebih tinggi dari tahun lalu. Ini merupakan dampak dari memanasnya kondisi global dan kenaikan harga di dalam negeri.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan pada kuartal I tahun ini, secara year to date, dalam riga bulan inflasi sudah mencapai 1,2 persen. Sementara, sepanjang 2020-2021, inflasi tercatat terendah sepanjang sejarah atau 2 persen untuk hitungan tahun penuh.

"Yang kalau kita bandingkan dengan tahun yang lalu dikuartal satu yang sama ini sudah tiga kali lipat lebih tinggi inflasinya, padahal ini belum masuk bulan bulan April yang ada peningkatan PPN peningkatan Pertamax dan juga belum ada rencana kenaikan harga yang direncanakan oleh pemerintah," katanya dalam CORE Media Discussion, Menghadang Inflasi Menuju Kondisi Pra Pandemi, Selasa (19/4/2022).

 

3 dari 3 halaman

Lebih Rendah Dari Negara Maju

Kendati begitu, kata Faisal, kondisi inflasi Indonesia masih lebih rendah ketimbang negara maju lainnya. Misalnya, negara Eropa yang cukup terdampak besar akibat perang Rusia-Ukraina.

Dari sisi oengeluarannya, kata dia, inflasi terjadi pada semua kelompok pengeluaran. Misalnya di sektor makanan, hingga kebutuhan pokok dan kebutuhan perumahan.

"Kalau kita melihat dari sisi pengeluarannya, ini hampir semua inflasi terjadi pada semua kelompok pengeluaran, bukan hanya di makanan-minuman, tapi juga di sini efek kemarin misalkan kenaikan dari gas lpg di bulan Desember naik lagi di bulan Februari ini menyebabkan inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik dan bahan baku rumah tangga," kata dia.

Kemudian untuk sektor kelompok leisure juga mulai tinggi juga dibandingkan tahun lalu untuk rekreasi, serta aspek restoran juga mengalami peningkatan. Ia menilai Inflasi inti sudah lebih tinggi.

"Jadi artinya ini menunjukkan bahwa ada memang ada efek daripada kenaikan demand sebetulnya, jadi karena sejalan dengan pelanggaran PPKM mobilitas sudah jauh lebih bagus demand sudat mulai terangkat juga, tapi yang efek daripada harga, inflasi yang disebabkan karena faktor administred price ini sangat besar rasanya," terangnya.